Dokumen TPF Munir Hilang, Suciwati Laporkan Setneg ke Ombudsman
Istri mendiang aktivis Hak Asasi Manusia (HAM) Munir Said Thalib, Suciwati melaporkan Kementerian Sekretariat Negara (Kemensetneg) kepada Ombudsman RI, Selasa (5/11). Laporan dilayangkan lantaran dugaan adanya maladministrasi Kemensetneg terkait hilangnya dokumen temuan Tim Pencari Fakta (TPF) kasus kematian Munir.
Menurut Suciwati, Setneg belum juga membuka dokumen TPF dan cenderung berbelit-belit dalam prosesnya. Dia mengatakan keengganan pemerintah membuka arsip tersebut bisa menjadi preseden buruk bagi Indonesia. Karena itu ia berharap laporan ke Ombudsman bisa membuka berkas kasus kematian suaminya.
"Saya berharap tak panjang lagi, sehingga bisa membawa kita ke ruang penuntasan itu sendiri," kata Suciwati seusai pelaporan di Gedung Ombudsman, Jakarta, Selasa (5/11).
(Baca: Jokowi Berkomitmen Tuntaskan Kasus HAM Jika Kembali Terpilih)
Suciwati mengatakan Presiden RI keenam Susilo Bambang Yudhoyono lewat mantan Sekretaris Kabinet Sudi Silalahi telah mengirim salinan naskah dokumen TPF Munir ke Istana Negara. Bahkan pemberian salinan itu juga telah dikonfirmasi oleh Juru Bicara Kepresidenan RI saat itu yakni Johan Budi. Namun Kemensetneg pada Oktober 2016 lalu sempat menyatakan tak mengetahui keberadaan dokumen TPF Munir.
"Jadi perjalanan sekitar 14 tahun, tapi menjadi begitu panjang karena keenganan pemerintah," kata Suciwati.
Kepala Divisi Hukum dan Advokasi KontraS Putri Kanesia menyatakan hilangnya dokumen TPF kasus kematian Munir dapat menjadi catatan buruk bagi pejabat negara dalam menyimpan sebuah arsip. Apalagi berkas tersebut memiliki dampak yang besar dalam pengungkapan sebuah kasus.
"Bagaimana mungkin sebuah dokumen negara yang dibentuk penyelidikannya melalui Keppres Nomor 111 tahun 2004, tidak diketahui keberadaanya?," kata Putri.
(Baca: Suciwati Kecewa MA Tolak Kasasi Dokumen TPF Kasus Munir)
Ketua Ombudsman Amzulian Rifai berjanji menindaklanjuti laporan dari Suciwati. Ombudsman bakal meminta pelapor melengkapi persyaratan materiil maupun formil sesuai Undang-undang Nomor 37 Tahun 2008. Setelahnya, laporan akan dibawa ke sidang pleno untuk memutuskan langkah selanjutnya.
Lembaga tersebut juga akan menginvestigasi pihak-pihak terkait sebelum tindakan korektif diberikan. Namun jika koreksi tak dijalankan, maka Ombudsman bakal menyampaikan rekomendasi. “Kami akan membuat ini seterang mungkin," kata Amzulian.
Munir meninggal di pesawat terbang ketika bertolak menuju Amsterdam, Belanda pada tanggal 7 September 2004 silam. Usai otopsi, aparat Belanda menemukan penyebab kematian Munir adalah racun arsenik. Kasus ini lalu diusut hingga menyeret pilot Garuda Indonesia yakni Pollycarpus Budihari Priyanto ke penjara selama delapan tahun.