SKK Migas Dorong Perusahaan Migas Eksplorasi di Timur Indonesia
Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) mendorong perusahaan migas untuk eksplorasi di wilayah terbuka (open area) Timur Indonesia. Pasalnya, ada lima wilayah kerja di kawasan tersebut yang berpotensi memiliki cadangan migas.
Lima wilayah tersebut terdiri dari Blok Selaru (Cekungan Aru-Tanimbar), Blok Arafura Selatan (Cekungan Arafura), Blok Boka (Cekungan Akimeugah), Blok Atsy (Cekungan Sahul), dan Blok Agats Barat (Cekungan Sahul). Untuk eksplorasi wilayah tersebut, SKK Migas meminta perusahaan migas menggunakan dana dari Komitmen Kerja Pasti (KKP).
"Sampai saat ini Blok Selaru, Arafura, Agats, Atsy dan Boka masih wilayah terbuka, maka upaya memaksimalkan potensi hanya melalui KKP," ujar Kepala SKK Migas Dwi Soetjipto kepada Katadata.co.id, Kamis (26/12).
Salah satu perusahaan migas yang telah memanfaatkan KKP untuk eksplorasi di wilayah terbuka yaitu Pertamina untuk kegiatan eksplorasi berupa survei seismik 2D sepanjang 30 ribu kilometer di Blok Jambi Merang. Kegiatan eksplorasi tersebut tercatat sebagai survei seismik terpanjang di Asia dalam 10 tahun terakhir.
(Baca: Cari Cadangan Migas, ExxonMobil Eksplorasi Wilayah Terbuka Indonesia)
Pertamina juga memulai survey gravity di cekungan Akimeugah. "Bila hasil survey gravity menunjukan potensi positif, akan dilanjutkan dengan survei seismik 2D untuk KKP open area di tahun ke kedua," kata Dwi.
Selain Pertamina, Dwi juga menyebut Inpex Corporation melaksanakan survei sesimik di Blok Selaru. Namun, perusahaan Jepang tersebut memutuskan untuk mengembalikan Blok Selaru kepada pemerintah.
SKK Migas memang terus mendorong para kontraktor migas menemukan cadangan migas baru. Berdasarkan data BP, cadangan minyak terbukti Indonesia menunjukkan tren penurunan. Pada 1980, cadangan minyak Indonesia mencapai 11,6 miliar barel namun pada 2017 tinggal 3,17 miliar barel. Angka tersebut di bawah Malaysia (3,6 miliar barel) maupun Vietnam (4,4 miliar barel).
Turunnya cadangan minyak tersebut salah satunya disebabkan oleh berkurangnya aktivitas eksplorasi , baik untuk offshore maupun onshore. Pada 2011, realisasi pengeboran sebanyak 79 sumur, namun pada 2017 tinggal 48 sumur. Investasi di sektor migas membutuhkan dana yang sangat besar, terlebih lagi cadangan minyak nasional berada di lautan menjadi kendala eksplorasi.
(Baca: Ingin Buktikan Giant Discovery, SKK Migas Lengkapi Data di 10 Basin)