Penuhi Kebutuhan Industri Domestik, PGN Butuh Alokasi Gas 320 MMscfd

Image title
21 Januari 2020, 22:59
No image
Teknisi memeriksa jaringan gas di Mobile Refueling Unit (MRU) milik PT Perusahaan Gas Negara (PGN) di Bandung, Jawa Barat, Kamis (5/12/2019).
Button AI SummarizeBuat ringkasan dengan AI

PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGN) menyatakan membutuhkan alokasi gas sekitar 320 juta standar kaki kubik per hari (MMscfd) untuk memenuhi kebutuhan gas industri dalam negeri. Hingga kini perusahaan masih mencari cara agar bisa memperoleh alokasi gas dengan harga khusus untuk menopang kebutuhan industri. 

Peraturan Presiden Nomor 40 Tahun 2016 tentang Penetapan Harga Gas Bumi sebelumnya menetapkan harga gas industri sebesar US$ 6 atau sekitar Rp 83.784 per Million British Thermal Unit (MMBTU).

(Baca: Turunkan Harga Gas Industri, Menteri ESDM Janji Tak Pilih Opsi Impor)

Namun demikian, hingga kini penurunan harga gas menjadi US$ 6 per mmbtu belum juga terealisasi. Presiden Joko Widodo yang mengaku geram dengan harga gas yang tak kunjung turun itu pun menyampaikan tiga opsi, salah satunya dengan memberlakukan penyaluran untuk domestik (Domestic Market Obligation/DMO). 

"Kami sudah hitung untuk industri yang perlu dapat insentif sesuai perpres 40 ini sebanyak 320 MMscfd adalah kebutuhannya, harapan bisa dipenuhi dari pembelian alokasi khusus DMO," ujar Gigih di Kantor Pusat PGN, Selasa (21/7).

Berdasarkan Perpres tersebut ada tujuh sektor industi yang berhak mendapatkan harga gas khusus, yaitu industri pupuk, Industri petrokimia, Industri oleochemical, Industri baja, Industri keramik, Industri kaca, dan Industri sarung tangan karet.

(Baca: Jokowi Geram Harga Gas Industri Tak Kunjung Turun)

"Dengan harapan bisa diterima di industri dengan willingness to pay daripada kemampuan mereka untuk bayar supply gas yang dimaksud," kata Gigih.

Selain itu, dia juga menyatakan mendukung langkah Presiden Joko Widodo terkait opsi pengurangan jatah pemerintah sebesar US$2,2 per 1 MMBTU dari hasil Kontraktor Kontrak Kerja Sama (K3S). 

Gigih menjelaskan,  saat ini pihaknya masih menanti kebijakan yang akan diterapkan Kementerian ESDM dan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas). 

Opsi Impor Gas 

Sementara terkait opsi terakhir yakni membebaskan industri mengimpor gas, Gigih pun membuka peluang menggunakan opsi impor gas industri. Hal ini diperlukan sebagai penyeimbang, terlebih jika harga gas yang ditawarkan jauh lebih kompetitif yang dapat diperoleh dari resources LNG (Liquid Natural Gas).

"Ke depan, kami membuka peluang untuk melakukan impor dalam rangka memberikan harga khusus untuk sektor industri," ujarnya.

Sebelumnya, dari tiga opsi yang ditawarkan Jokowi untuk menurunkan harga gas industri. Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arifin Tasrif berjanji tak akan memilih opsi membebaskan impor gas bagi industri.

(Baca: Dikeluhkan Jokowi, Luhut Janji Harga Gas Bisa Turun dalam 3 Bulan)

"Jadi, dari tiga alternatif itu, kami ambil poin satu dan dua untuk dievaluasi bagaimana pelaksanaannya," katanya.

Arifin memutuskan untuk tidak mengevaluasi opsi ketiga yakni impor gas, karena kontradiktif dengan upaya pemerintah menekan defisit transaksi berjalan (Current Account Defisit/CAD).

"Kalau CAD meningkat terus akan menyebabkan tekanan nilai tukar rupiah. Ini kami tidak mengharapkan," ujarnya.

Maka dari itu, Arifin akan memetakan lokasi sumber gas, biaya, serta perbaikan tata kelola dan tata niaga terlebih dahulu. Tujuannya, supaya kebijakan bisa diimplementasikan dengan baik nantinya.

Reporter: Verda Nano Setiawan
Editor: Ekarina

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...