Jokowi: Rugi Karhutla Capai Ratusan Triliun, Kepolisian Harus Tegas
Presiden Joko Widodo atau Jokowi menyebut kerugian akibat kebakaran hutan dan lahan (karhutla) bisa mencapai ratusan triliun rupiah. Apalagi, jika karhutla terjadi seperti kasus 2015 lalu yang menghanguskan 2,61 juta hektare lahan gambut dan hutan.
Indonesia juga bisa rugi karena kehilangan plasma nutfah, baik flora dan fauna akibat karhutla tersebut.“Ini yang kita tidak mau, kekayaan yang tak bisa dihitung dengan nilai uang,” kata Jokowi dalam Rapat Koordinasi Nasional Pengendalian Karhutla Tahun 2020 di Istana Negara, Jakarta, Kamis (6/2).
Dia pun menyebut 99% kasus karhutla muncul akibat ulah manusia yang sengaja membakar hutan dan lahan karena motif ekonomi. Tindakan mereka, lanjut Jokowi, berkontribusi terhadap kebakaran 80% luasan hutan dan lahan.
"Land clearing yang paling murah itu memang lewat pembakaran,” katanya
Atas dasar itu, Jokowi meminta Kepolisian untuk menindak tegas pihak-pihak yang sengaja membakar hutan dan lahan. Dengan begitu, ada efek jera bagi pelaku karhutla.
"Kapolri tidak perlu berpikir panjang, yang namanya penegakan hukum, yang namanya punishment, harus dilakukan dengan tegas. Baik itu administratif, baik itu perdata, baik itu pidana, lakukan dengan tegas, siapapun pemiliknya," ujar Jokowi.
(Baca: Kebakaran Hutan dan Lahan di Riau, Tanggung Jawab Siapa?)
Mantan Gubernur DKI Jakarta itu juga meminta agar frekuensi patroli lapangan, khususnya di wilayah rawan kebakaran, ditingkatkan dan melibatkan partisipasi semua pihak, mulai dari pemerintah daerah, aparat teritorial, Babinsa, Babinkamtibmas, hingga masyarakat. Selain itu, upaya pemadaman harus segera dilakukan jika sudah ditemukan satu titik api demi mencegah meluasnya kebakaran.
“Jangan sampai tambah dua, tiga, lima (titik api). Setop waktu muncul satu. Hanya itu yang bisa kita lakukan agar api tidak membesar,” katanya.
Jokowi juga meminta Kepada Badan Restorasi Gambut (BRG) meneruskan upaya pembasahan dan kanalisasi. Khususnya di daerah lahan gambut yang mengalami penurunan muka air secara drastis saat musim kemarau.
Kepala Negara mengatakan harus ada upaya penataan ekosistem dalam kawasan hidrologi gambut. Jika kawasan tersebut berada di area konsesi, sebaiknya diserahkan kepada pemerintah.
“Kalau enggak, yang namanya tempatnya air, kemudian diganti tanaman industri, itu berbahaya,” kata Jokowi.
(Baca: BNPB Habiskan Rp 6,7 T untuk Penanganan Bencana, Karhutla Paling Besar)