Stafsus Jokowi Khawatir Tiongkok & Corona Ganjal Pertumbuhan Ekonomi

Dimas Jarot Bayu
10 Februari 2020, 20:51
tiongkok, corona, pertumbuhan ekonomi
ANTARA FOTO/REUTERS/China Daily
Petugas medis dengan pakaian pelindung di rumah sakit sementara bagi pasien gejala virus novel korona, di Wuhan, Tiongkok, Rabu (5/2/2020). Staf Khusus Presiden Arif Budimanta mengatakan corona serta melambatnya ekonomi Tiongkok jadi risiko penghambat tumbuhnya ekonomi RI tahun ini.
Button AI SummarizeBuat ringkasan dengan AI

Istana Kepresidenan menilai ada beberapa faktor eksternal yang bisa menjadi risiko yang menghadang  target pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun ini yakni 5,3%. Staf Khusus Presiden Bidang Ekonomi Arif Budimanta mengatakan salah satu faktor eksternal yang akan menjadi risiko adalah perlambatan ekonomi Tiongkok.

Pertumbuhan ekonomi Tiongkok pada 2019 hanya mencapai 6,1%, terendah sejak 1990. Sedangkan Negeri Panda merupakan mitra dagang utama Indonesia dengan kontribusi perdagangan 17% terhadap neraca dagang RI.

"Lalu ada melemahnya aktivitas perdagangan global, ketegangan AS-Iran, perang dagang (AS-Tiongkok) belum reda, Brexit, dan mewabahnya virus corona," kata Arif di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Senin (10/2).

(Baca: Wabah Virus Corona, 21 WNI Pulang dari Tiongkok Tanpa Karantina )

Arif juga menyampaikan, ada pula faktor internal yang bisa berisiko terhadap target itu. Salah satunya adalah kemunculan fenomena iklim el nino dan la nina yang bisa berimbas kepada produktivitas pertanian.

"Risiko lain potensi keterlambatan peraturan turunan dari omnibus law, tak hanya Peraturan Pemerintah (PP), namun juga respons peraturan daerah (Perda)," katanya.

Selain faktor penghambat, ada pula faktor yang dapat memacu tumbuhnya ekonomi RI tahun ini. Arif mengatakan, salah satu faktor eksternal yang dapat menopang pertumbuhan ekonomi adalah adanya rezim suku bunga rendah di banyak negara maju. "Apakah Jepang, Amerika Serikat (AS), Uni Eropa. Ini yang membuat capital inflow ke Indonesia relatif menarik," katanya.

Selain itu, Arif menilai suku bunga obligasi yang rata-rata sebesar 7% juga akan bisa menopang pertumbuhan ekonomi Indonesia. Kemudian, mantan Anggota DPR itu menilai pertumbuhan ekonomi Indonesia akan didorong oleh meningkatnya harga beberapa komoditas. "Salah satu yang membaik adalah CPO (minyak sawit mentah) yang merupakan andalan ekspor Indonesia," kata Arif.

(Baca: Target Pertumbuhan Ekonomi Meleset, Istana Salahkan Harga Komoditas)

Dari dalam negeri, faktor yang akan menopang pertumbuhan ekonomi Indonesia yakni stabilitas politik pasca-Pilpres dan Pileg 2019. Presiden Joko Widodo, lanjutnya, juga telah menandatangani RPJMN 2020-2024 sebagai arah kebijakan ekonomi yang jelas.

Kemudian, penurunan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) 7 Days Reverse Repo Rate (7DRR) pada 2019 menjadi 5%. Tingkat inflasi sebesar 2,72% juga dinilai akan menopang pertumbuhan ekonomi Indonesia.

Dia berharap implementasi Kartu Pra-kerja juga akan mampu menjadi faktor pendongkrak pertumbuhan ekonomi Indonesia. Faktor lain yang juga bakal berpengaruh, yakni Omnibus Law tentang Cipta Lapangan Kerja dan Perpajakan yang sedang digodok pemerintah. "Kalau bicara transformasi ekonomi, maka kita harus siapkan SDM-nya," kata Arif.


Reporter: Dimas Jarot Bayu
Editor: Ameidyo Daud

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...