Pemerintah Ubah 2 Kontrak Migas Pakai Skema Gross Split
Pemerintah kembali menandatangani perubahan kontrak kerja sama dua Wilayah Kerja (WK) minyak dan gas bumi (migas). Keduanya adalah WK Lampung III dan WK GMB Muralim yang semula menggunakan skema bagi hasil (Cost Recovery) menjadi Gross Split.
Acara penandatangan ini disaksikan oleh Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Arcandra Tahar, pada Senin 11 Februari 2019 di Kementerian ESDM. Dengan ditandatanganinya kontrak dua blok migas ini, maka total kontrak kerja sama migas yang telah beralih menggunakan skema gross split menjadi 39 wilayah kerja. "Sekitar 14 kontrak dari blok eksplorasi, 21 kontrak perpanjangan atau alih kelola, dan 4 kontrak yang diamandemen, termasuk hari ini,” ujar arcandra saat ditemui di Gedung DPR RI (11/2).
Kontrak Kerja Sama (KKS) WK Lampung III ditandatangani pada 5 Mei 2009, dengan operatornya PT Harpindo Mitra Kharisma. Sedangkan KKS WK GMB Muralim diteken pada 3 Desember 2010 dengan Dart Energy (Muralim) Pte Ltd. sebagai operator. Adapun, luas WK Lampung III saat ini adalah 919 kilometer persegi dan WK GMB Muralim sebesar 687,92 kilometer persegi.
(Baca: Terus Bertambah, Kini Enam Blok Migas Akan Ubah Kontrak ke Gross Split)
Pemerintah memastikan perubahan skema kerja sama dalam kontrak ini tidak mempengaruhi masa kontrak bagi hasil selama 30 tahun yang telah berlaku efektif sejak kontrak awal. Untuk WK Lampung III dari hingga 4 Mei 2039 dan WK GMB Muralim hingga 2 Desember 2040.
Harpindo Mitra Kharisma dan Dart Energy (Muralim) merupakan Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) gelombang ketiga yang beralih menggunakan skema gross split. Sebelumnya, ada Eni East Sepinggan dan West Natuna Exploration Ltd pada bulan 11 Desember 2018 dan 17 Januari 2019 lebih dulu mengubah skema kerja samanya dari cost recovery.
(Baca: Pelaku Industri Tolak Gross Split Jadi Skema Kontrak Tunggal RUU Migas)
Sebagai informasi, WK Lampung III masih memiliki sisa Komitmen Pasti yang harus dilaksanakan berupa pengeboran satu Sumur Eksplorasi dan New Production Test Well. Dua kegiatan ini sebenarnya sudah dilaksanakan, tapi belum selesai. Perkiraan biaya penyelesaiannya mencapai US$ 300 ribu.
Komitmen kerja untuk 3 tahun kedua masa eksplorasi adalah 1 corehole drilling, 5 Production Test, dan Pengeboran 4 Sumur. Kontraktor telah mengalokasikan dana dalam rekening bersama (Joint Account) sebesar US$ 300 ribu dan menyerahkan dana jaminan pelaksanaan sebesar US$ 330 ribu.
Sementara untuk GMB Muralim, sisa Komitmen Pasti yang harus dilaksanakan berupa Pengeboran 1 Sumur Eksplorasi dan 1 New Production Test Well sebenarnya sudah dilaksanakan namun belum selesai. Perkiraan biaya penyelesaian tersebut sebesar US$ 300.000.
(Baca: Akusisi Hak Kelola Medco, NuEnergy Ingin Kuasai 100% Blok Muralim)
Adapun komitmen kerja untuk 3 tahun kedua masa eksplorasi adalah 1 corehole drilling, 5 Production Test, dan Pengeboran 4 Sumur. Kontraktor telah mengalokasikan dana dalam bentuk Joint Account sebesar US$ 300.000. dan menyerahkan Jaminan Pelaksanaan sebesar US$ 330 ribu.
Terkait perubahan skema kerja sama ini, Fraser Insitute menyebut gross split menjadi salah satu faktor yang membuat investasi migas di Indonesia tidak menarik. Ini merupakan hasil survei Fraser terhadap 256 pelaku industri migas global. Dari survei tersebut, Indonesia menempati posisi 71 dari 80 negara mengenai iklim investasi sektor energi. Di bawah Indonesia ada Bolivia, New South Wales, Ekuador, Irak, Libya, Victoria, Tasmania, Yaman dan Venezuela.
(Baca: Fraser: Indonesia Termasuk 10 Negara Terendah Iklim Investasi Energi)