Diminta Investor Revisi Aturan EBT, Menteri ESDM Bergeming
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral/ESDM tidak akan merevisi aturan mengenai pemanfaatan sumber energi baru terbarukan/EBT untuk tenaga listrik. Padahal menurut pelaku industri, Peraturan Menteri ESDM Nomor 50 tahun 2017 itu merupakan salah satu penghambat investasi.
Namun, menurut Menteri ESDM Ignasius Jonan sampai saat ini tidak ada rencana untuk mengubah aturan tersebut. “Tidak jadi," kata dia di Jakarta, Kamis (22/2).
Jonan juga tidak menghiraukan mengenai pandangan beberapa pelaku industri mengenai aturan itu. Alasannya, masih ada beberapa investor juga yang masih tertarik berinvestasi di sektor energi baru terbarukan di Indonesia.
Jadi, jika ada yang menolak bisa dicari penggantinya. “Yang bisa mengerjakan juga masih banyak," kata Jonan.
Salah satu pihak yang mengkritik aturan itu adalah Ketua Umum Asosiasi Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro (APLTMH) Riza Husni. Aturan itu dinilai bisa menghambat investasi karena ada skema penyerahan aset ketika kontrak berakhir (build, own, operate, and transfer/BOOT).
Menurutnya klausul itu bisa merugikan produsen listrik swasta karena aset tersebut tidak menjadi miliknya. Padahal, tanah untuk membangun pembangkit berasal dari perusahaan, tarif tidak ada subsidi, harus bayar pajak dan untuk meminjam bank agar proyek bisa berjalan pun harus menggunakan bunga komersial.
Dengan tidak memiliki aset itu, pengembang juga kesulitan mencari pinjaman. Ini karena tidak ada jaminan yang bisa diberikan. Aset yang dimiliki atau dibangun sebelumnya terhitung menjadi aset PT Perusahaan Listrik Negara (Persero)/PLN.
(Baca: 55 Perusahaan EBT Belum Selesaikan Pemenuhan Pembiayaan Pembangkit)
Alhasil Peraturan Menteri ESDM Nomor 50 tahun 2017 ini lah yang menurut Riza seharusnya dihapus. "Menurut semua asosiasi sangat menghambat investasi energi baru terbarukan. Harusnya cabut Peraturan Menteri Nomor 50 tahun 2017 yang dibuat Jonan," ujar dia, Senin (5/2).