Produksi Gabah Nasional Diprediksi Turun Akibat Faktor Cuaca

Image title
3 April 2020, 12:43
Produksi Gabah Nasional Diprediksi Turun Akibat Faktor Cuaca.
ANTARA FOTO/Aji Styawan
Buruh tani memanggul gabah usai panen di areal persawahan padi di Demak, Jawa Tengah, Senin (6/1/2020). Produksi padi dan beras diprediksi turun akibat kondisi cuaca.
Button AI SummarizeBuat ringkasan dengan AI

Cadangan beras akan bertambah seiring dengan masuknya musim panen raya pada April hingga Mei mendatang. Namun demikian, produksi padi nasional diperkirakan menurun atau lebih rendah akibat faktor cuaca yang kurang mendukung.

Direktur Utama PT Perkebunan Nusantara (PTPN) VIII Wahyu mengatakan, panen pada masa tanam pertama (MT 1) pada April ini diperkirakan memiliki hasil kurang menggembirakan. “Diperkirakan produksi gabah turun hingga 50%,” kata dia seperti dikutip dari siaran pers yang diterima katadata.co.id, Jumat (3/4).

Menurutnya, penurunan produksi padi tersebut disebabkan oleh keterlambatan musim tanam  karena iklim dan cuaca yang kurang mendukung. Keterlambatan itu juga diperparah dnegan meningkatnya gangguan hama, seperti tikus.

(Baca: HPP Gabah & Beras Naik, Bulog Optimistis Bisa Capai Target Serapan )

Berdasarkan pantauannya di lapangan, produksi padi petani turun dari rata-rata sekitar 5-6 ton per hektar menjadi 3-3,5 ton per hektar.

Dia pun mengimbau masyarakat melanjutkan penanam padi setelah panen. Hal ini dilakukan untuk menjaga produksi nasional, serta meningkatkan pemanfaatan fasilitas pertanian pemerintah terkait penyediaan air, irigasi, dan lainnya.

Selain itu, ketidakseimbangan pasokan dan permintaan beras juga mulai terlihat dari harga beras di pasar yang mengalami kenaikan. Misalnya saja harga beras medium di kawasan Lembang Jawa Barat yang menyentuh Rp 12.000 per kilogram.

"Harga tersebut melampaui harga ketetapan pemerintah di kisaran Rp 8.500,” ujar Wahyu.

Pemerintah perlu memastikan memiliki cadangan beras yang cukup dan kebutuhan pokok lainnya untuk 3-6 bulan ke depan. Berdasarkan data informasi lapangan, stok beras di Bulog  saat ini sekitar 1,4 juta ton. Sementara kebutuhan beras rata-rata ditaksir sekitar 2,5 juta ton – 3 juta ton per bulan.

(Baca: Bulog Pastikan Distribusi Beras Tak Terhambat Pandemi Corona)

Pakar Pertanian Muhammad Syakir menambahkan, selain cadangan beras di Bulog, saat ini stok beras di penggilingan besar sekitar 1,2 juta ton. Sementara, stok beras di pasar induk sekitar 26 ribu ton.

“Total cadangan beras saat ini diperkirakan sekitar 3,6 juta ton. Sementara konsumsi beras rata-rata per bulan sekitar 2,5 juta – 3 juta ton,” katanya.

Dengan demikian, masih ada keterbatasan stok beras. 

Sementara itu, Ketua Umum Arus Baru Indonesia (ARBI) Lukmanul Hakim mengatakan, pihaknya tidak merekomendasikan impor beras dalam jangka pendek, meski ada keterbatasan stok beras.

Menurutnya, perlu dilakukan pendataan secara tepat, sebelum menempuh kebijakan tersebut. “Saat ini dibutuhkan pendataan stok pangan dari berbagai pihak untuk memperoleh data yang akurat,” katanya.

Berdasarkan pengalaman, proses impor biasanya membutuhkan waktu hingga terealisasi pada dua hingga tiga bulan. 

Pihaknya pun mengimbau pemerintah untuk terus melakukan pengendalian dan stabilitasi ketersediaan pangan serta mendorong peningkatan produksi pertanian nasional secara berkesinambungan.

Selain itu, pemerintah perlu menjalankan amanah Undang-Undang untuk segera membentuk Badan Otoritas Pangan untuk menjadi regulator dan pengendali pangan nasional.

Reporter: Rizky Alika
Editor: Ekarina

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...