Apindo Prediksi Badai PHK Masih Berlanjut, Ini Sektor Industri yang Paling Rawan


Asosiasi Pengusaha Indonesia atau Apindo sebut badai pemutusan hubungan kerja (PHK) diprediksi berlanjut hingga akhir 2025. Pernyataan didapatkan berdasarkan survei yang dilakukan oleh Apindo kepada anggotanya.
"Jadi kita sama-sama sepakat bahwa ini bukan hanya sekadar PHK biasa. Tapi ini memang PHK sedang benar-benar berjalan dan masih terus bergulir," ujar Ketua Apindo, Shinta Kamdani, di Jakarta, Selasa (29/7).
Shinta juga merujuk data dari Kementerian Ketenagakerjaan yang menyebutkan bahwa data PHK naik 32 persen pada Semester I 2025. Ia juga merujuk data BPJS Ketenagakerjaan yang mencatat sebanyak 150 ribu pekerja terkena PHK selama Januari hingga Juni 2025.
Ia menambahkan sejumlah faktor eksternal juga turut mempengaruhi, seperti penurunan ekspor yang berdampak pada sektor padat karya seperti tekstil dan produk tekstil (TPT). Menurutnya, jika Indonesia tidak mampu bersaing dalam hal tarif perdagangan, maka potensi pengalihan pesanan ke negara lain akan semakin besar dan mengancam stabilitas tenaga kerja.
"Kalau sekarang kita gak punya tarif yang lebih baik dari kompetitor dan ada pengalihan order, itu kan jelas akan mengganggu nantinya dan PHK-nya akan semakin lagi bertambah," ujarnya.
Premanisme Hambat Penyerapan Tenaga Kerja
Dia mengatakan, setidaknya ada empat sektor industri yang terdampak dari kegiatan premanisme, yakni ritel, transportasi, pertambangan, dan manufaktur. Kegiatan tersebut dinilai membuat realisasi rencana investasi di sektor tersebut terhambat.
"Kerugian yang dialami negara dari kegiatan premanisme adalah terhambatnya realisasi potensi investasi yang akna masuk. Bahkan, investor berpotensi membatalkan rencana investasi akibat kegiatan premanisme," kata Sanny di kantornya, Selasa (29/7).
Sanny menilai penertiban kegiatan premanisme tidak bisa melalui operasi biasa. Sebab, oknum premanisme umumnya akan melanjutkan kegiatan premanisme setelah masa operasi penerbitan rampung.
Di sisi lain, Sannu menilai aksi premanisme di dalam negeri berkaitan erat dengan ketersediaan lapangan kerja. Oleh karena itu, pengusaha mendorong aparat penegak hukum melakukan aksi penindakan yang lebih holistik.
Untuk diketahui, angkatan kerja di dalam negeri bertambah hampir 5% secara tahunan atau sebanyak 7,28 juta orang pada Februari 2025. Kementerian Investasi mendata jumlah penciptaan lapangan kerja dari investasi hanya bertambah 34.826 secara tahunan pada Januari-Juni 2025 menjadi untuk 1,25 juta orang.
"Di mana angkatan kerja tidak terserap, di situ ada gangguan keamanan berupa premanisme," katanya.
Analis Kebijakan Ekonomi Apindo, Ajib Hamdani, mengatakan kegiatan premanisme telah menambah ongkos produksi para pengusaha nasional. Dalam orientasi jangka panjang, premanisme dinilai dapat menyeret daya saing industri nasional.
Sementara itu, premanisme dinilai menggerus daya beli konsumen. Ajib mencontohkan konsumen ritel modern yang harus menyisihkan "uang parkir".
"Yang tidak kalah penting dari daya saing adalah bagaimana caranya meraih perekonomian berbiaya rendah dengan menghilangkan variabel premanisme, baik premanisme kerah biru maupun kerah putih," kata Ajib.