Mendag Soroti Fenomena Rojali, Sebut Konsumen Bebas Belanja Online atau Offline

Mela Syaharani
24 Juli 2025, 05:30
Rojali
ANTARA FOTO/Bayu Pratama S/tom.
Menteri Perdagangan Budi Santoso (keempat kiri) meninjau stan pelaku usaha yang menjual produk UMKM saat peluncuran Hari Ritel Nasional 2025 di Kantor Kementerian Perdagangan, Jakarta, Kamis (17/7/2025). Hari Ritel Nasional yang ditetapkan sejak 2019 itu menjadi momentum penting untuk memperkuat kolaborasi antara pelaku ritel, pemerintah, dan masyarakat dalam mendorong pertumbuhan ekonomi, digitalisasi ritel serta pemberdayaan UMKM.
Button AI SummarizeMembuat ringkasan dengan AI

Fenomena Rojali atau rombongan jarang beli masih terjadi di pusat-pusat perbelanjaan. Istilah ini merujuk pada sekelompok orang yang datang beramai-ramai ke mal, namun tidak melakukan banyak transaksi pembelian.

Menteri Perdagangan Budi Santoso menyebut fenomena ini bukan hal baru. Ia menilai, perilaku tersebut merupakan bagian dari dinamika berbelanja di era digital.

“Dari dulu fenomena itu juga ada. Kan kita bebas mau membeli barang di online atau di offline,” ujar Budi saat ditemui usai acara Gerak Bersama 100 UMKM Lisensi Merek Lokal di Cililitan, Jakarta Timur, Rabu (23/7).

Menurutnya, sebagian masyarakat memilih melihat langsung kondisi barang sebelum memutuskan membeli, terutama untuk memastikan kualitas dan harga.

“Ingin lihat barangnya dahulu, bagus atau tidak, kemudian harganya seperti apa. Jangan sampai nanti dapat barang palsu atau rekondisi. Makanya mengecek dahulu, kalau kualitasnya bagus ya masyarakat beli,” katanya.

Dipengaruhi Ekonomi dan Perilaku Konsumen

Ketua Umum Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) Alphonzus Widjaja menilai fenomena rojali dipengaruhi kondisi ekonomi dan perilaku konsumen dari berbagai lapisan.

Bagi kalangan menengah atas, situasi saat ini membuat mereka lebih berhati-hati dalam berbelanja. Pengaruh kondisi ekonomi global, baik secara makro maupun mikro, mendorong mereka untuk lebih memilih berinvestasi.

Apalagi nilai tukar rupiah dan harga emas tengah mengalami fluktuasi akibat dinamika global. Kondisi tersebut menjadi sederet alasan kehati-hatian tersebut.

Sementara di kalangan menengah ke bawah, rojali dipicu oleh daya beli yang menurun. Meski uang terbatas, mereka tetap datang ke pusat perbelanjaan untuk sekadar jalan-jalan.

“Daya belinya berkurang, uang yang dipegang semakin sedikit, tapi mereka tetap datang ke mal,” kata Alphonzus.

Meski demikian, ia optimistis tren ini tidak akan berlangsung lama. Dengan stimulus yang tepat dari pemerintah, daya beli masyarakat bisa pulih.

“Kalau daya belinya pulih, rojali pasti berkurang. Kami yakin fenomena ini hanya sementara,” ujarnya.

Menurutnya, salah satu stimulus pemerintah yang berdampak langsung pada daya beli masyarakat adalah pemberian bantuan langsung tunai (BLT). Namun, ia menekankan agar bantuan tersebut tidak disalahgunakan untuk hal-hal yang tidak produktif, seperti judi online dan sejenisnya.

Baca artikel ini lewat aplikasi mobile.

Dapatkan pengalaman membaca lebih nyaman dan nikmati fitur menarik lainnya lewat aplikasi mobile Katadata.

mobile apps preview
Reporter: Mela Syaharani

Cek juga data ini

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...