Dokumen Second NDC Hampir Rampung, Target Bauran EBT Capai 33% di 2035

Ajeng Dwita Ayuningtyas
19 Juli 2025, 14:44
Petugas memeriksa panel surya di Masjid Istiqlal, Jakarta, Senin (26/8/2024). Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengungkapkan bahwa kuota PLTS atap untuk tahun ini hampir h
ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga/rwa.
Petugas memeriksa panel surya di Masjid Istiqlal, Jakarta, Senin (26/8/2024). Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengungkapkan bahwa kuota PLTS atap untuk tahun ini hampir habis, dari kuota total 901 MW hanya tersisa sekitar 60-90 MW.
Button AI SummarizeMembuat ringkasan dengan AI

Pemerintah Indonesia tengah menyelesaikan penyusunan dokumen strategis Second Nationally Determined Contribution (Second NDC) yang akan menjadi pedoman kebijakan iklim nasional periode 2031–2035. Menteri Lingkungan Hidup dan Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup (KLH/BPLH), Hanif Faisol Nurofiq, menyatakan bahwa dokumen ini menjadi bukti nyata komitmen Indonesia dalam melindungi bumi dan membangun masa depan berkelanjutan.

“Second NDC bukan sekadar laporan, tapi peta jalan yang mencerminkan kesungguhan Indonesia dalam melindungi bumi, memperkuat daya saing ekonomi, dan membangun masa depan yang lebih adil bagi seluruh rakyat,” ujar Hanif, pada Jumat (18/7).

Dokumen ini disusun sebagai respons terhadap mandat global dari COP-28, khususnya Decision 1/CMA.5. Kesepakatan tersebut menargetkan puncak emisi global antara 2020–2025 dan pengurangan emisi gas rumah kaca sebesar 43% pada 2030 serta 60% pada 2035, dibandingkan tingkat emisi tahun 2019 sebesar 1.147 juta ton CO?e. Untuk mencapainya, Indonesia perlu menurunkan emisi hingga sekitar 459 juta ton CO?e.

Ragam Upaya Setiap Sektor

Sektor energi, yang menyumbang 55% dari total emisi nasional, menjadi fokus utama transisi menuju sistem rendah karbon. Target bauran energi terbarukan ditetapkan pada 27–33% di tahun 2035, termasuk efisiensi listrik dan penggunaan kendaraan listrik.

Sementara itu, sektor kehutanan akan mendukung melalui target FOLU Net Sink 2030. Target tersebut mengupayakan penyerapan karbon lebih besar dari emisi dan pengendalian deforestasi dari 0,918 juta ha/tahun menjadi di bawah 0,3 juta ha/tahun.

Transformasi juga dilakukan di sektor limbah melalui kebijakan Zero Waste Zero Emission 2050, serta peningkatan adaptasi dan mitigasi di sektor pertanian. Sektor kelautan turut menjadi perhatian lewat restorasi padang lamun, terumbu karang, serta perlindungan pesisir dari dampak perubahan iklim.

Untuk mendukung implementasi Second NDC, Indonesia meluncurkan Sistem Registri Nasional (SRN), platform transparansi bagi publik untuk memantau progres pelaksanaan kebijakan iklim. Upaya lainnya, yaitu Program Kampung Iklim (ProKlim), juga akan diperluas dari 5.000 desa saat ini menjadi 20.000 desa pada 2035.

“Perubahan iklim tidak mengenal batas wilayah atau status sosial. Kita semua terdampak, dan kita semua bisa berperan. Mari jadikan Second NDC sebagai gerakan bersama,” tutup Hanif.

Dengan pendekatan sistematis dan inklusif, Indonesia menegaskan posisinya dalam upaya global menanggulangi krisis iklim, sekaligus memastikan pembangunan nasional yang adil dan berkelanjutan.

Baca artikel ini lewat aplikasi mobile.

Dapatkan pengalaman membaca lebih nyaman dan nikmati fitur menarik lainnya lewat aplikasi mobile Katadata.

mobile apps preview
Reporter: Ajeng Dwita Ayuningtyas

Cek juga data ini

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...