Produksi Manufaktur Juni 2025 Anjlok Akibat Perang Iran-Israel

Andi M. Arief
30 Juni 2025, 16:31
Pekerja beraktivitas di pabrik baja di Pasar Kemis, Kabupaten Tangerang, Banten, Kamis (12/1/2023). Kementerian Perindustrian memprediksi industri manufaktur pada tahun 2023 tumbuh sebesar 5,36 persen dengan nilai ekspor sebesar 245 miliar dolar AS atau m
ANTARA FOTO/Fauzan/aww.
Pekerja beraktivitas di pabrik baja di Pasar Kemis, Kabupaten Tangerang, Banten, Kamis (12/1/2023). Kementerian Perindustrian memprediksi industri manufaktur pada tahun 2023 tumbuh sebesar 5,36 persen dengan nilai ekspor sebesar 245 miliar dolar AS atau meningkat dari tahun sebelumnya yakni sebesar 210,38 miliar dolar AS.
Button AI SummarizeMembuat ringkasan dengan AI

Kementerian Perindustrian atau Kemenperin mendata tingkat produksi sektor manufaktur selama bulan ini terkontraksi. Peningkataan tensi perang Iran-Israel dinilai menyeret optimisme pelaku industri tentang permintaan pasar global maupun lokal.

Juru Bicara Kemenperin, Febri Hendri Antoni Arief menunjukkan Indeks Kepercayaan Industri (IKI) Juni 2025 susut 0,27 poin menjadi 51,84. Sebab, faktor produksi dalam 23 sub sektor industri anjlok dari posisi 52,43 pada Mei 2025 menjadi 46,64 poin.

"Konflik politik antara Iran dan Israel berimbas pada naiknya harga energi dunia. Menurut kami, kejadian ini perlu diperhatikan," kata Febri di kantornya, Senin (30/6).

Febri memaparkan 77,2% pelaku industri terkait kegiatan usaha selama Juni cenderung membaik dan stabil. Namun jumlah pelaku usaha yang pesimistis terkait kondisi sektor manufaktur nasional dalam enam bulan ke depan naik menjadi 9% atau tertinggi sejak Juni 2024.

Dia menjelaskan naiknya pesimisme pelaku industri didorong oleh proyeksi lonjakan harga energi akibat perang Iran-Israel. Sebab, sebagian sektor manufaktur menjadikan energi sebagai bahan baku utama, seperti pupuk, kaca, dan semen.

Selain itu, pelaku industri mengkhawatirkan peningkatan biaya logistik akibat lonjakan harga energi. Untuk diketahui, 20% pasokan minyak mentah dunia melewati Selat Hormuz yang kini terdampak perang Iran-Israel.

Peningkatan harga energi dapat mempengaruhi harga bahan baku langsung maupun tidak langsung industri nasional. Selain itu, perang Iran-Israel dapat mempengaruhi nilai tukar dan pasar ekspor.

"Faktor-faktor itu yang menyebabkan turunnya optimisme pelaku industri bulan ini," ujarnya.

Sebelumnya, Asosiasi Pengusaha Indonesia atau Apindo menilai komoditas yang rentan dengan peningkatan tensi perang Israel-Iran adalah minyak mentah dunia. Alhasil, peningkatan biaya logistik akan menjadi faktor akan menjadi ancaman bagi seluruh pengusaha di dalam negeri.

Ketua Bidang Perdagangan Apindo, Anne Patricia Sutanto, mengatakan biaya logistik domestik akan otomatis naik dengan tumbuhnya harga minyak mentah dunia. Untuk diketahui, kawasan Timur Tengah memasok sekitar sepertiga dari produksi minyak mentah dunia.

"Yang patut diwaspadai dari peningkatan tensi perang Iran-Israel adalah biaya logistik. Kedua, jalur-jalur kapal logistik yang terganggu akibat perang juga harus diwaspadai," kata Anne kepada Katadata.co.id, Senin (16/6).

Walau demikian, Anne meyakini perusahaan logistik di dalam negeri telah memiliki mitigasi terkait risiko perang. Karena itu, penyesuaian biaya logistik diharapkan lebih adil kepada pengguna jasa logistik agar tidak mengubah harga jual produk di dalam negeri.

Anne mencatat belum ada keluhan dari pengusaha terkait biaya logistik sejauh ini. Sebab, pengusaha meyakini perusahaan logistik laut telah memiliki mitigasi terkait risiko perang di timur tengah.

"Peningkatan tensi perang kali ini bukan yang pertama terjadi di Timur Tengah. Selama 5 tahun terakhir sudah ada beberapa insiden yang ada berdampak pada jalur logistik ke dalam negeri," ujarnya.

Baca artikel ini lewat aplikasi mobile.

Dapatkan pengalaman membaca lebih nyaman dan nikmati fitur menarik lainnya lewat aplikasi mobile Katadata.

mobile apps preview
Reporter: Andi M. Arief

Cek juga data ini

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...