Asosiasi Sebut Syarat Kredit Ketat jadi Sebab Penjualan Rumah Subsidi Lesu

Andi M. Arief
20 Juni 2025, 19:11
Asosiasi
ANTARA FOTO/Aprillio Akbar/nz
Calon pembeli berjalan di dekat rumah subsidi untuk program rumah bagi tenaga kesehatan Indonesia di Puri Delta Asri 9, Sawah Darupono, Kaliwungu, Kendal, Jawa Tengah, Senin (28/4/2025).
Button AI SummarizeMembuat ringkasan dengan AI

Asosiasi Pengembang Perumahan dan Permukiman Seluruh Indonesia atau Apersi menyatakan tantangan utama industri properti saat ini adalah rendahnya pembelian rumah bersubsidi. Pengembang menilai ketatnya syarat pembiayaan perbankan menjadi faktor utamanya

Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat mendata penyerapan rumah subsidi hanya 107.761 hingga 16 Juni 2025. Mayoritas atau lebih dari 97% pembelian dilakukan oleh konsumen dengan pekerjaan formal.

"Sebanyak 70% pengajuan pembelian rumah tahun ini terhalangi Otoritas Jasa Keuangan dan 40% yang berhasil mengajukan kredit telah pengembang seleksi," kata Ketua Umum Apersi Junaidi Abdillah di kantornya, Jumat (20/6).

Menurut Junaidi data OJK menunjukkan 70% konsumen yang berniat membeli rumah memiliki nilai kredit yang rendah melalui Sistem Layanan Informasi Keuangan. Junaidi mencatat sebagian besar surat penolakan tersebut diterima oleh konsumen dengan pekerjaan informal.

Junaidi mengatakan rendahnya nilai kredit para pekerja informal disebabkan oleh penggunaan fitur beli sekarang bayar nanti atau buy now pay later (BNPL). Ia menilai mayoritas pekerja informal memiliki nilai kredit yang rendah akibat penggunaan layanan pinjaman daring.

Junaidi berargumen sebagian pekerja informal dengan nilai kredit rendah sebenarnya mampu melakukan cicilan Kredit Pemilikan Rumah. Karena itu, Junaidi mendorong pemerintah untuk melonggarkan aturan KPR untuk pekerja informal guna menggenjot serapan rumah hingga akhir tahun ini.

"Banyak masyarakat yang terganjal oleh penilaian kredit melalui SLIK oleh OJK. Perbankan berargumen penolakan pengajuan KPR akibat kapasitas pembayaran cicilan yang rendah, padahal bukan itu alasan utamanya," katanya.

Saat ini, pemerintah telah menambah kuta rumah bersubsidi menjadi 350.000 unit pada tahun ini. Junaidi menyampaikan tambahan kuota sejumlah 130.000 unit belum berlaku lantaran kuota awal sejumlah 220.000 unit masih berproses.

Ia pun mengakui pemenuhan kuota sejumlah 350.000 pada tahun ini cukup menantang. Salah satu penyebabnya adalah mayoritas masyarakat yang mengajukan kredit pemilikan rumah sejauh ini merupakan pekerja sektor informal yang notabenenya memiliki nilai kredit yang rendah.

Walau demikian, Junaidi optimistis dapat mencapai target penyaluran rumah bersubsidi sejumlah 350.000 tahun ini. Ia menilai realisasi yang rendah akan menggerus kuota rumah bersubsidi pada tahun depan.

"Kerja keras pengembang rumah bersubsidi bukan dari sisi pasokan rumah, tapi dari penjualan. Masyarakat pekerja informal harus punya hak yang sama untuk membeli rumah," ujar Junaidi lagi. 





Baca artikel ini lewat aplikasi mobile.

Dapatkan pengalaman membaca lebih nyaman dan nikmati fitur menarik lainnya lewat aplikasi mobile Katadata.

mobile apps preview
Reporter: Andi M. Arief

Cek juga data ini

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...