Luhut Serahkan Usulan Revisi Garis Kemiskinan ke Prabowo

Andi M. Arief
12 Juni 2025, 11:22
Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Luhut Binsar Pandjaitan menyampaikan paparan dalam Sarasehan Ekonomi Bersama Presiden RI di Menara Mandiri, Senayan, Jakarta, Selasa (8/4/2025). Acara yang bertema Memperkuat Daya Tahan Ekonomi Indonesia di Tengah Gelomb
ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra/Spt.
Ketua Dewan Ekonomi Nasional (DEN) Luhut Binsar Pandjaitan menyampaikan paparan dalam Sarasehan Ekonomi Bersama Presiden RI di Menara Mandiri, Senayan, Jakarta, Selasa (8/4/2025). Acara yang bertema Memperkuat Daya Tahan Ekonomi Indonesia di Tengah Gelombang Perang tarif Perdagangan itu dihadiri jajaran menteri, Dewan Ekonomi Nasional, BI, LPS, OJK, dan sejumlah pemangku kepentingan.
Button AI SummarizeMembuat ringkasan dengan AI

Ketua Dewan Ekonomi Nasional Luhut B Pandjaitan mengatakan garis kemiskinan berpotensi direvisi pada tahun ini. Sebab, Luhut mengaku telah menyerahkan data terkait revisi garis kemiskinan kepada Presiden Prabowo Subianto belum lama ini.

Luhut menjelaskan amandemen garis kemiskinan telah dibahas beberapa waktu lalu. Untuk diketahui, Badan Pusat Statistik menetapkan garis kemiskinan di dalam negeri adalah seseorang dengan pengeluaran Rp 595.242 per bulan sejak September 2024.

"Saya pikir data yang kami berikan cukup lengkap. BPS juga sudah bicara dengan kami mengenai ini. Kami berharap, kalau presiden setuju, angka garis kemiskinan yang baru bisa keluar dalam pidato presiden," kata Luhut di International Conference on Infrastructure 2025, Kamis (12/6).  

Luhut menilai pengubahan garis kemiskinan bukan hal yang aneh atau buruk. Namun mantan Panglima TNI in menilai pengubahan garis kemiskinan tersebut harus diperhatikan dengan cermat.

Pada saat yang sama, Luhut menilai pengubahan garis kemiskinan tidak menjadi isu besar dengan pelaksanaan program prioritas Presiden Prabowo, seperti Makan Bergizi Gratis dan Lumbung Pangan.

"Dengan program tersebut, kemiskinan tidak menjadi isu yang tidak bisa diselesaikan. Dengan berjalannya waktu, hal tersebut bisa diselesaikan," katanya.

Sebelumnya, Anggota Dewan Ekonomi Nasional Arief Anshory Yusuf mengungkap sejumlah hambatan yang membuat pemerintah hingga kini belum merevisi batas garis kemiskinan nasional. Menurutnya, hambatan pertama adalah risiko politisasi jika angka kemiskinan mendadak melonjak akibat revisi batas tersebut.

Hambatan kedua adalah kekhawatiran bahwa kenaikan garis kemiskinan akan membebani anggaran perlindungan sosial. Namun ia menilai alasan ini kurang berdasar.

“Sebagian besar program bantuan sosial (bansos) di Indonesia tidak menggunakan angka kemiskinan resmi sebagai basis langsung penentuan sasaran,” kata Arief.

Arief menekankan bahwa menaikkan garis kemiskinan seharusnya tidak menjadi hal yang ditakuti. Menurutnya, langkah itu justru lazim di negara berkembang yang ingin memperbaiki kebijakan sosialnya.

Ia menambahkan bahwa benchmarking antarnegara sangat penting agar Indonesia tidak hanya puas terhadap kemajuan masa lalu, tetapi juga sadar akan posisi di level global.

BPS mencatat jumlah penduduk miskin Indonesia pada September 2024 mencapai 24,06 juta orang. Jumlah ini menurun 1,16 juta dari Maret 2024 dan 1,84 juta dari Maret 2023. Secara persentase, tingkat kemiskinan mencapai 8,57% atau terendah sejak BPS pertama kali merilis data pada 1960.

“Tingkat kemiskinan pada September 2024 sebesar 8,57% ini menjadi pencapaian terendah di Indonesia,” ujar Kepala BPS, Amalia Adininggar Widyasanti dalam konferensi pers di Jakarta, Rabu (15/1).

Baca artikel ini lewat aplikasi mobile.

Dapatkan pengalaman membaca lebih nyaman dan nikmati fitur menarik lainnya lewat aplikasi mobile Katadata.

mobile apps preview
Reporter: Andi M. Arief

Cek juga data ini

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...