Kuota KPR Bersubsidi Naik, BP Tapera Nilai Peran Bank Swasta Penting


Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat atau BP Tapera menyatakan peran bank swasta menjadi penting dalam penyaluran Kredit Pemilikan Rumah bersubsidi. Sebab, Bank Pembangunan Daerah dinilai memiliki keterbatasan likuiditas untuk memenuhi penambahan kuota KPR bersubsidi tahun ini sebesar 350.000 unit.
Komisioner BP Tapera Heru Pudyo Nugroho mencatat bank milik negara telah menyampaikan komitmen untuk menyalurkan sekitar 296.000 unit rumah. Heru menilai BPD memiliki kapasitas terbatas untuk memenuhi kuota lainnya yang mencapai 54.00 unit rumah.
"Karena kuota KPR bersubsidi besar, tidak mungkin kami mengandalkan BPD saja. Kemampuan BPD untuk mengakses pasar KPR juga terbatas," kata Heru di Kantor Direktorat Jenderal Kekayaan Negara, Selasa (27/5).
Untuk diketahui, penyaluran KPR bersubsidi akan memanfaatkan program fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan atau FLPP yang dikelola Badan Pengelola Tabungan Perumahan Rakyat. FLPP merupakan subsidi pemerintah yang membuat bunga Kredit Pemilikan Rumah terkunci sebesar 5% dengan tenor maksimal 20 tahun.
Bunga KPR bersubsidi dapat terkunci pada 5% lantaran program FLPP mensubsidi bunga bank hingga 75%. Sementara itu, perbankan berkontribusi hingga 25% dari total target pemerintah.
Dia mengatakan penambahan kuota KPR bersubsidi tersebut menambah dana kelolaan menjadi sekitar Rp 34,4 triliun. Secara rinci, dana kelolaan BP Tapera ditambah sekitar 16,4 triliun dari dana kelolaan untuk kuota 220.000 rumah sekitar Rp 18 triliun.
Heru menjelaskan total anggaran negara yang dikucurkan dalam program FLPP tahun ini mencapai Rp 43 triliun. Sebab, PT Sarana Multigriya Finansial turut mengucurkan dana murah senilai Rp 7 triliun dalam program tersebut.
Heru mengatakan telah ada sembilan BPD yang mengajukan penambahan kuota KPR bersubsidi tahun ini. Sebagian BPD yang dimaksud adalah PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten Tbk, PT Bank Pembangunan Daerah Sulawesi Selatan dan Sulawesi Barat, PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Tengah, dan PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Timur Tbk.
Di sisi lain, Heru mengakui penyaluran KPR bersubsidi oleh bank swasta akan dilakukan pertama kali tahun ini. Oleh karena itu, Heru berencana memeriksa infrastruktur sistem perkreditan bank swasta yang ingin menyalurkan.
Heru menjelaskan pihaknya akan memeriksa apakah sistem penyaluran KPR bank swasta dapat tersambung dengan sistem FLPP milik BP Tapera.
Sejauh ini ada tiga bank swasta yang memberikan komitmen penyaluran KPR bersubsidi, yakni PT Bank Central Asia Tbk, PT Bank Nationalnobu Tbk, dan PT Bank Artha Graha Internasional Tbk. Selain memiliki kemampuan finansial, Heru menilai penyaluran KPR oleh bank swasta akan menguntungkan masyarakat.
"Kami mau menciptakan kompetisi sempurna dalam penyaluran KPR bersubsidi agar masyarakat memiliki pilihan bank yang lebih banyak," ujarnya.
Bank Swasta Selektif
Otoritas Jasa Keuangan mendata NPL KPR naik dari posisi 2,49% pada Februari 2024 mencapai 2,88% pada Februari 2025. Sementara itu, Bank Nobu memaparkan rasio kredit bermasalah NOBU secara umum dapat dijaga di level 0,47% pada tahun lalu.
Heru menilai angka tersebut menunjukkan bank swasta cenderung selektif dalam memilih debitur potensial KPR. Walau demikian, Heru meyakini hal tersebut tidak akan menghambat penyaluran KPR bersubsidi oleh bank pelat kuning.
Heru berargumen tantangan penyaluran KPR bersubsidi pada tahun ini adalah kualitas debitur dan kualitas rumah bersubsidi. Menurutnya, rendahnya NPL KPR yang dimiliki bank swasta disebabkan oleh tingginya kualitas properti yang disalurkan.
"BCA dan Bank Nobu sudah terbiasa bekerja sama dengan pengembang terkenal dengan produk-produk berkualitas. Alhasil, NPL KPR mereka kecil karena produknya sudah dipercaya masyarakat," katanya.