Menperin Revisi Aturan TKDN, Bantah karena Tekanan Tarif Trump


Kementerian Perindustrian mereformasi kebijakan tingkat komponen dalam negeri (TKDN), utamanya yang berkaitan dengan tata cara penghitungan. Hal ini dilakukan agar kebijakan TKDN lebih sederhana, waktu singkat, dan berbiaya murah.
Menteri Perindustrian, Agus Gumiwang Kartasasmita, mengatakan reformasi kebijakan TKDN sudah dilakukan sejak Februari 2025 atau sebelum Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengumumkan kenaikan tarif masuk impor ke Amerika Serikat pada awal April 2025.
“Jadi, reformasi kebijakan TKDN tidak disebabkan karena kebijakan tarif resiprokal Presiden Trump atau tekanan akibat perang dagang global, akan tetapi berdasarkan kebutuhan industri dalam negeri Indonesia,” kata Agus dalam siaran pers, dikutip Senin (12/5).
Reformasi aturan ini bertujuan agar semakin banyak produk industri dalam negeri yang memiliki sertifikat TKDN dan dibeli oleh pemerintah pusat, pemerintah daerah, BUMN, dan BUMD. Hal ini sejalan dengan arahan Presiden pada pertengahan April lalu, yang meminta agar kebijakan TKDN direlaksasi dan diubah menjadi insentif.
“Kami senantiasa selalu mengikuti kebijakan dan arahan Presiden Prabowo dalam membangun industri manufaktur Indonesia kedepan,” ujarnya.
Dia menyebut, rumusan kebijakan reformasi TKDN tersebut telah dilakukan uji publik dan saat ini tengah dalam tahap finalisasi. Agus berharap reformasi TKDN kedepan semakin meningkatkan minat usaha dan investasi di tanah air, serta meningkatkan kontribusi sektor manufaktur pada perekonomian nasional.
Penerbitan Perpres 46/2025
Selain itu, reformasi TKDN juga dilakukan untuk mendukung iklim industri manufaktur yang sedang menghadapi dampak dari ketidakpastian ekonomi global. Hal ini dilakukan melalui penerbitan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 46 Tahun 2025 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah, yang menekankan pentingnya perlindungan terhadap ekosistem industri nasional.
“Membangun industri manufaktur di sebuah negara tidak semudah membalikkan tangan. Kita bicara soal ekosistem, soal rantai pasok (supply chain). Namun sebaliknya, untuk menghancurkan industri itu bisa sangat mudah. Karena itu, kebijakan ini hadir untuk menjaga keberlangsungan sektor industri dalam negeri,” ujar Agus.
Dia menyampaikan, kebijakan baru pada Perpres 46/2025 memuat langkah progresif yang tidak ada pada regulasi sebelumnya, yaitu Perpres No. 16 Tahun 2018 tentang PBJ Pemerintah. Pada Perpres 46 Tahun 2025, salah satu pasal kunci yaitu Pasal 66 ayat (2B), memberikan langkah afirmasi terhadap penggunaan produk dalam negeri dalam pengadaan barang dan jasa pemerintah.
“Pasal ini adalah pasal afirmatif dan progresif, yang sebetulnya memberikan kesempatan lebih besar bagi industri dalam negeri untuk bisa berpartisipasi dalam government procurement,” ucap Agus.
Hal ini menunjukkan keberpihakan nyata pemerintah terhadap industri nasional, dengan memberikan ruang partisipasi yang lebih besar dalam pengadaan pemerintah, termasuk di tingkat daerah.