Garuda Indonesia Respons Isu Kandangkan 15 Pesawat karena Terkendala Perawatan

Tia Dwitiani Komalasari
6 Mei 2025, 07:23
Teknisi dari GMF(Garuda Maintenance Facility) mengecek kesiapan akhir mesin pesawat Garuda Indonesia yang akan digunakan untuk armada angkutan haji 1446 H/2025 di hanggar GMF Bandara Soekarno Hatta, Tangerang, Banten, Kamis (24/4/2025).
ANTARA FOTO/Muhammad Iqbal/foc.
Teknisi dari GMF(Garuda Maintenance Facility) mengecek kesiapan akhir mesin pesawat Garuda Indonesia yang akan digunakan untuk armada angkutan haji 1446 H/2025 di hanggar GMF Bandara Soekarno Hatta, Tangerang, Banten, Kamis (24/4/2025).
Button AI SummarizeMembuat ringkasan dengan AI

Garuda Indonesia Group mengoptimalkan kapasitas produksi di tengah tantangan industri penerbangan global, khususnya dinamika rantai pasok suku cadang pesawat yang kini melanda hampir sebagian besar pelaku industri transportasi udara dunia.

"Garuda Indonesia Group terus mendorong optimalisasi kapasitas produksi di tengah tantangan industri penerbangan global," kata Direktur Teknik Garuda Indonesia Rahmat Hanafi dikutip dari Antara di Jakarta, Senin (6/5).

Dia menyebutkan satu armada Garuda dan 14 armada Citilink saat ini tengah menunggu penjadwalan perawatan rutin berupa heavy maintenance dan penggantian suku cadang. Hal itu termasuk penggantian suku cadang, untuk kembali siap beroperasi. Keseluruhan proses perawatan armada tersebut direncanakan akan dilaksanakan pada tahun ini.

"Tidak dapat dipungkiri kondisi keterbatasan supply chain atas suku cadang saat ini tengah dihadapi hampir seluruh pelaku industri penerbangan, sehingga menyebabkan pelaksanaan heavy maintenance membutuhkan waktu yang lebih panjang," ucapnya.

Lebih lanjut, dia menyampaikan bahwa proses heavy maintenance diperlukan guna memastikan standar keselamatan dan kelaikan terbang tetap terjaga untuk pesawat yang akan dioperasikan.

Sejalan dengan langkah optimalisasi armada tersebut, Garuda Indonesia sejak akhir 2024 juga telah mendatangkan empat armada narrow body yakni Boeing 737-800NG (PK-GUF dan PK-GUG). Sementara dua lainnya (PK-GUH dan PK-GUI) mulai beroperasi pada kuartal II 2025.

"Langkah ini sejalan dengan pemulihan permintaan dan peningkatan trafik penumpang pasca pandemi serta pertumbuhan sektor pariwisata nasional," ujarnya.

Dia menambahkan, optimalisasi kapasitas produksi akan terus diselaraskan dengan outlook kinerja perusahaan sesuai dengan pertumbuhan demand pasar, guna memastikan penguatan landasan kinerja usaha dapat senantiasa terjaga secara berkelanjutan.

"Garuda Indonesia optimis dapat terus bertransformasi menjadi maskapai yang agile dan berdaya saing, menghadirkan layanan udara yang aman dan andal bagi masyarakat," kata Rahmat.

15 Pesawat Dihentikan

Sebelumnya, Bloomberg melaporkan jika PT Garuda Indonesia telah menghentikan setidaknya 15 jet karena kesulitan membayar biaya perawatan. Ini merupakan tanda bahwa rencana kebangkitan maskapai tersebut mungkin goyah.

Beberapa pemasok maskapai penerbangan nasional Indonesia tersebut juga meminta pembayaran di muka untuk suku cadang dan tenaga kerja karena kekhawatiran atas situasi keuangan Garuda, kata salah satu narasumber tersebut, yang meminta untuk tidak disebutkan namanya karena mereka tidak berwenang untuk berbicara di depan umum.

Sebagian besar pesawat yang dihentikan dioperasikan oleh unit berbiaya rendah Garuda, PT Citilink, kata sumber tersebut.

Perwakilan Garuda, yang mayoritas dimiliki oleh negara, tidak menanggapi permintaan komentar. Maskapai tersebut memiliki 66 pesawat yang beroperasi dan 14 pesawat yang disimpan, menurut data terbaru yang tersedia dari Cirium, yang melacak armada maskapai.

Garuda akhir tahun lalu menunjuk CEO baru, Wamildan Tsani Panjaitan, memulai misi untuk memperbaiki neraca keuangannya dan memperluas jaringan internasionalnya. Bahkan Presiden Indonesia Prabowo Subianto telah menyampaikan bahwa ia ingin membuat Garuda, yang telah lama berjuang secara finansial dan memiliki catatan keselamatan yang buruk, lebih menguntungkan dan memperdalam kehadiran internasionalnya.

Perjuangan maskapai ini juga merupakan cerminan dari lingkungan yang lebih sulit di mana semua maskapai Indonesia beroperasi. Maskapai penerbangan di negara Asia Tenggara tersebut dibatasi oleh kebijakan pembatasan harga tiket pesawat domestik pemerintah, yang dirancang untuk mengatur dan mengendalikan biaya tiket kelas ekonomi dan memastikan keterjangkauan bagi penumpang.

Hal itu membuat mereka lebih sulit untuk menaikkan tarif guna meningkatkan pendapatan. Rupiah yang lemah juga tidak membantu, mengingat banyak biaya operasional dalam dolar AS.

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Baca artikel ini lewat aplikasi mobile.

Dapatkan pengalaman membaca lebih nyaman dan nikmati fitur menarik lainnya lewat aplikasi mobile Katadata.

mobile apps preview

Cek juga data ini

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...