PHK Tinggi, Pemerintah akan Bentuk Sistem Peringatan Dini


Menteri Ketenagakerjaan, Yassierli, berencana membentuk sistem peringatan dini atau EWS terkait Pemutusan Hubungan Kerja. Sistem tersebut berbentuk data yang melibatkan Kementerian Ketenagakerjaan, Kementerian Keuangan, Badan Pusat Statistik, dan Bank Indonesia.
Yassierli menjelaskan BPS akan menarik angka biaya tenaga kerja dalam laporan Pajak Penghasilan Badan setiap perusahaan. Angka tersebut akan menunjukkan jumlah tenaga kerja aktif di sebuah perusahaan setiap bulan.
"Dengan demikian kami bisa melihat tren retensi tenaga kerja dan merancang mitigasi terkait kemungkinan terburuk dalam isu ketenagakerjaan pada lapangan usaha tertentu," kata Yassierli dalam rapat kerja dengan Komisi IX DPR, Senin (5/5).
Yassierli mengatakan data tersebut akan berkontribusi dalam penerbitan peta risiko ketenagakerjaan nasional. Menurutnya, pembuatan peta risiko pada tahap pertama akan fokus pada sektor manufaktur.
Menurutnya, angka Pemutusan Hubungan Kerja mengalami tren peningkatan sejak 2023 hingga saat ini. Hingga 23 April 2025, Angka PHK telah mencapai 24.036 orang atau 30,82% dari realisasi PHK tahun lalu.
Secara rinci, angka PHK naik 20,21% menjadi 77.965 orang pada tahun lalu. Pada 2016-2019, angka PHK mengalami tren penurunan sebelum akhirnya melonjak mencapai 386.877 orang saat pandemi Covid-19 atau tahun 2020.
Namun, angka PHK perlahan susut menjadi 127.085 pada 2021 dan 25.114 pada 2022. Namun, korban PHK pada 2023 tercatat tumbuh lebih dari 100% atau sebesar 158,24% menjadi 64.855 orang.
"Hasil data kami menunjukkan ada 25 penyebab diambilnya langkah PHK pada tahun ini, namun ada tujuh alasan yang mendominasi," katanya.
Peta Jalan Ketenagakerjaan
Yassierli mengatakan saat ini pemerintah belum memiliki Peta Jalan Ketenagakerjaan nasional. Peta jalan ini akan menunjukkan keahlian dan kebutuhan sektor industri pada pasar kerja masa depan.
Menurutnya, tantangan terbesar dalam pembentukan dokumen tersebut adalah pendataan tenaga kerja eksisting di setiap jenis lapangan usaha. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik atau BPS, pada Agustus 2024, total wirausaha di dalam negeri mencapai 56,2 juta.
Yassierli menilai tantangan terbesar adalah pengklasifikasian usaha kecil dan usaha mikro. Untuk itu, Yassierli akan menyasar usaha besar dan menengah dalam pendataan tenaga kerja terlebih dahulu,
"Kami akan jadikan Rencana Tenaga Kerja sebagai program prioritas, sebab pemerintah belum punya peta jalan pekerjaan masa depan," jelas Yassierli.