GAPMMI: Tarif Resiprokal AS Berpotensi Naikkan Biaya Produksi, Turunkan Ekspor


Gabungan Pengusaha Makanan Minuman Indonesia (GAPMMI) menilai kebijakan tarif impor resiprokal Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump akan menaikkan biaya produksi, menurunkan volume ekspor produk makanan dan minuman Indonesia ke AS, serta berpotensi mengancam lapangan kerja di sektor ini. AS merupakan pasar ekspor prioritas untuk beberapa produk unggulan makanan dan minuman dari Indonesia, seperti produk kopi, kelapa, kakao, dan minyak sawit.
Ketua Umum GAPPMI Adhi Lukman mengatakan ada tiga dampak utama dari kebijakan tarif impor resiprokal AS sebesar 32% untuk produk-produk Indonesia. Berikut ini rinciannya:
1. Kenaikan biaya produksi: Tarif impor akan meningkatkan biaya produksi industri nasional yang menggunakan bahan baku dari AS dan mengurangi daya saing produk Indonesia di pasar internasional, serta meningkatkan harga jual produk di Indonesia. Adhi menyebut industri makanan dan minuman Indonesia mengimpor berbagai bahan baku industri dari AS, antara lain gandum, kedelai, dan susu.
2. Penurunan ekspor: Tarif yang tinggi dapat menyebabkan penurunan volume ekspor produk makanan dan minuman Indonesia ke AS, serta negara tujuan ekspor lainnya. Hal ini akan berdampak negatif pada kinerja dan pertumbuhan industri nasional.
3. Dampak pada pekerja: Penurunan ekspor dapat mengancam lapangan kerja di sektor makanan dan minuman di Indonesia, di saat ekonomi sedang lesu.
GAPMMI Desak Pemerintah Lakukan Negosiasi
Adhi mengatakan hubungan perdagangan Indonesia-AS diperlukan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi kedua negara. Karena itu, stabilitas dan kelancaran hubungan perdagangan antara kedua negara adalah hal yang sangat penting.
GAPMMI mendesak Pemerintah Indonesia mengambil langkah-langkah strategis. "GAPMMI mendesak Pemerintah Indonesia melakukan negosiasi diplomatik, melakukan negosiasi dengan pemerintah AS untuk mencari solusi yang lebih baik dan mengurangi dampak negatif kebijakan tarif AS," ujar Adhi dalam keterangan tertulis, Sabtu (5/4).
GAPMMI juga berharap Pemerintah Indonesia melakukan analisis dampak kebijakan tarif impor resiprokal ini secara menyeluruh dan memberikan dukungan kebijakan kepada industri makanan dan minuman untuk mengatasi kenaikan biaya produksi dan menjaga daya saing.
Selain itu, para pengusaha makanan dan minuman berharap pemerintah menjaga stabilitas nilai tukar rupiah demi menciptakan stabilitas perekonomian nasional.
"Perlu penguatan industri nasional dengan mendorong hilirisasi industri sektor agrobisnis dan substitusi impor bahan baku dengan bahan baku nasional pada jenis komoditas yang dimungkinkan," kata Adhi.
Selanjutnya, GAPMMI berharap pemerintah mempertahankan kebijakan tingkat komponen dalam negeri (TKDN) sebagai respons atas kenaikan bea masuk impor AS. "Kebijakan ini telah terbukti meningkatkan permintaan produk manufaktur dalam negeri, terutama dari belanja pemerintah," kata Adhi.
Kebijakan TKDN juga menjamin kepastian investasi dan menarik investasi baru ke Indonesia. Banyak tenaga kerja Indonesia bekerja di industri yang produknya dibeli pemerintah karena kebijakan TKDN. GAPMMI memperingatkan bahwa pelonggaran kebijakan TKDN akan menyebabkan hilangnya lapangan kerja dan berkurangnya jaminan investasi di Indonesia.
Terakhir, GAPMMI mendorong adanya diversifikasi pasar ekspor untuk mengurangi ketergantungan pada pasar AS. "GAPMMI berkomitmen untuk berkolaborasi dengan pemerintah dan pemangku kepentingan lainnya untuk hadapi tantangan ini dan memastikan keberlanjutan industri makanan dan minuman di Indonesia," lanjut Adhi.