Penerimaan Pajak Anjlok 30% Bukan Hanya Gara-gara Coretax, Ini Biang Keroknya


Kementerian Keuangan mencatat penerimaan pajak hingga Februari 2025 sebesar Rp 269,02 triliun, anjlok 30,19% dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Penerimaan pajak turun cukup dalam di tengah mulai diimplementasikannya Sistem Inti Administrasi Perpajakan atau Coretax, tetapi tak semata karena itu.
Wakil Menteri Keuangan Anggito Abimanyu menjelaskan, ada beberapa faktor yang menyebabkan penerimaan pajak turun pada dua bulan pertama tahun ini. Salah satunya, harga komoditas yang turun. Harga batu bara turun 11,8% secara tahunan, harga minyak turun 5,3%, dan nikel turun 5,9%.
"Selain faktor harga komoditas, ada faktor perubahan administrasi pajak," ujar Anggito dalam konferens pers, Kamis (13/3).
Ia menjelaskan, penerapan tarif efektif rata-rata untuk skema penghitungan pajak penghasilan atau PPh Pasal 21 bagi karyawan dan pegawai mempengauhi penerimaan pada dua bulan pertama tahun ini. Penerapan kebijakan ini mengakibatkan lebih bayar Rp 16,5 triliun pada Januari-Februari 2024.
“Kalau dihitung, apabila dinormalisasi, artinya sebetulnya 2024 itu ada lebih bayar. Kita hitung selisih itu adalah Rp 16,5 triliun. Nah, 2025 ini sebagai efek dari lebih bayar kalau itu diklaim atau dinormalisasi. Sebetulnya rata-rata PPh 21 untuk 2025 itu lebih tinggi dibandingkan periode yang sama pada 2024," ujar Anggito.
Selain itu, menurut dia, ada relaksasi pembayaran pajak pertambahan nilai alias PPN dalam negeri pada Januari diberikan kelonggaran selama 10 hari sehingga dapat disetorkan hingga 10 Maret 2025. "Jika relaksasi ini dinormalisasikan, rata-rata PPN Desember 2024-Februari 2025 Rp 69,5 triliun, dibandingkan periode yang sama Rp 64,2 triliun, masih tumbuh 8,3%," kata dia.
Anggito mengklaim, rendahnya penerimaan pajak pada Januari-Februari 2025 tak lepas dari pola musiman. Hal ini terilihat dalam tren penerimaan pajak selama empat tahun terakhir. “Desember itu naik cukup tinggi karena efek Nataru, akhir tahun. Kemudian menurun di Januari dan Februari. Itu sama setiap tahun, jadi tidak ada hal yang anomali. Jadi sifatnya normal saja,” ujar Anggito.
Berdasarkan data yang dipaparkan Kementerian Keuangan, penerimaan PPN dalam negeri pada dua bulan pertama tahun ini mencapai Rp 102,5 triliun, turun dibandingkan periode yang sama tahun lalu Rp 113,3 triliun. Penerimaan PPh pasal 21 juga turun dari Rp 43,5 triliun menjadi Rp 26,7 triliun.
Kementerian Keuangan juga mencatat, PPh pasal 25 Badan juga turun dari Rp 39,8 triliun menjadi Rp 38,9 triliun.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto sebelumnya khawatir, terganggunya implementasi Coretax akan berdampak pada turunnya penerimaan negara. Direktorat Jenderal Pajak akhirnya memutuskan untuk kembali menggunakan sistem lama beriringan dengan Coretax hingga penyempurnannya rampung.
Adapun Kementerian Keuangan dalam konferensi pers tak memberikan penjelasan terkait kaitan dampak permasalahan Coretax terhadap turunnya penerimaan pajak. Pertanyaan sejumlah wartawan terkait hal ini diabaikan hingga konferensi pers berakhir.