Semen Murah Tiongkok Disebut Bikin Pabrik Lokal Berpotensi Bangkrut

Image title
30 Agustus 2019, 18:28
semen
ANTARA FOTO/ARNAS PADDA
Ilustrasi semen. Sejumlah pabrik semen milik Tiongkok di Indonesia terindikasi melakukan aksi banting harga dan menyebabkan pabrik-pabrik lokal kesulitan.

Anggota DPR RI terpilih 2019-2024 Andre Rosiade menyebut pabrik semen Tiongkok di Indonesia terindikasi melakukan aksi banting harga (predatory pricing). Akibatnya, banyak pabrik semen di Tanah Air berpotensi mengalami kebangkrutan.

"Seluruh pabrik nasional itu bisa bangkrut kalau praktek predatory pricing dibiarkan tumbuh subur di negara kita. Bayangkan semen Tiongkok itu jual rugi. Akibatnya, pabrik semen kita enggak laku dan kesulitan, lalu mereka (Tiongkok) beli," ujar Andre, Jumat (30/8).

Saat ini, menurut dia, praktek curang yang dilakukan pabrik semen China telah membuat Holcim tumbang dan memutuskan keluar dari Indonesia. Holcim akhirnya diambil alih oleh PT Semen Indonesia Tbk.

"Semen Indonesia membeli Holcim karena mereka tak ingin jatuh ke tangan Tiongkok. Kalau Hocim dikuasai Tiongkok nantinya akan mengganggu pasar semen nasional," kata dia.

(Baca: Pengembang Properti Keluhkan Pengelolaan Air Bersih di Ibu Kota Baru)

Namun, menurut dia, hal serupa tak bisa lagi dilakukan Semen Indonesia jika terdapat pabrik semen lokal lainnya yang kembali bangkrut. Pasalnya, BUMN semen itu memiliki keterbatasan finansial.

"Karena itu, presiden Jokowi harus melakukan hal konkret. Pertama, memerintahkan Mendag Enggartiasto Lukita untuk mencabut Permendag Nomor 7 Tahun 2018 soal izin impor klingker dan semen," tegas dia.

Saat ini, menurut Andre, produksi semen di dalam negeri mencapai 110 juta ton, sedangkan konsumsi hanya mencapai 75 juta ton. Dengan demikian, terdapat surplus produksi semen mencapai 35 juta ton sehingga Indonesia sebenarnya tak perlu mengimpor.

(Baca: Semen Indonesia Bangun Pabrik Mortar Kapasitas 375 Ribu Ton Per Tahun)

Selain itu, menurut dia, Jokowi perlu mengeluarkan moratorium pembangunan pabrik semen. Ia bahkan menilai Indonesia tak perlu membangun pabrik baru hingga 2030.

"Kemudian KPPU (Komisi Pengawasan Persaingan Usaha) harus segera menyelidiki predatory pricing atau jual rugi ini. Karena ini bukan soal bisnis, ini juga soal kedaulatan negara," jelas dia.

Saat ini, ia bersama dengan Federasi Serikat Pekerja Industri Semen Indonesia (FSPISI) telah melaporkan sejumlah perusahaan Tiongkok, antara lain Conch Cement, Jui Shin terkait indikasi predatory pricing kepada KPPU. Ia pun mengaku tengah menunggu langkah selanjutnya dari wasit persaingan usaha tersebut.

Editor: Agustiyanti

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...