Ekonomi Global Tak Pasti, Target Pertumbuhan Industri Menyusut ke 5,3%

Image title
Oleh Ekarina - Tri Kurnia Yunianto
6 Januari 2020, 18:06
Ekonomi Global Tak Pasti, Target Pertumbuhan Industri Menyusut ke 5,3%
Katadata
ilustrasi pabrik tekstil dan garmen. Kementerian Perindustrian memproyeksikan pertumbuhan industri pengolahan nonmigas tahun ini hanya akan mencapai 5,3%.
Button AI SummarizeBuat ringkasan dengan AI

Kementerian Perindustrian memproyeksikan pertumbuhan industri pengolahan nonmigas tahun ini hanya akan mencapai 5,3%, atau lebih rendah dibanding target 2019 sebesar 5,4%. Angka itu ditetapkan seiring dengan ketidakpastian ekonomi global. 

Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita menyatakan, dengan tantangan perekonomian global saat ini, pemerintah lebih realistis dalam mematok target pertumbuhan industri.

Namun demikian, target pertumbuhan industri 5,3% tergolong masuk dalam skenario optimistis (high scenario). Sebab, jika mengacu pada asumsi skenario rendah, pemerintah hanya mematok pertumbuhan industri 2020 di level 4,8%. Level ini dicapai apabila pemerintah tak mampu mengatasi tantangan global dan domestik. 

(Baca: Jadi Tumpuan Ekonomi RI, Sektor Manufaktur 2019 Tumbuh Melambat)

"Proyeksi pertumbuhan high scenario 5,30% bisa dicapai dengan catatan ada peningkatan daya saing seiring dengan peningkatan produktivitas sektoral dan efisiensi investasi serta ada jaminan bahan baku dan teknologi," ujarnya di Jakarta, Senin (6/1).

Dengan target pertumbuhan tersebut, diharapkan kontribusi industri non migas terhadap pendapatan domestik bruto (PDB) 2020 sebesar 17,95% jika berdasarkan skenario optimistis dan 17,80% berdasarkan skenario rendah. 

"Asumsi ini tergantung dari pertumbuhan industri lebih cepat dibanding sektor lainnya karena membaiknya iklim usaha baik fisik maupun non fisik, sehingga terjadi peningkatan efisiensi, utilitas dan investasi," ungkapnya.

Adapun pada kuartal III 2019,  Kemenperin mencatat pertumbuhan industri hanya mencapai 4,68%, lebih rendah dibanding periode yang sama tahun sebelumnya sebesar 5,02%.

Pada periode tersebut, pertumbuhan tertinggi dicatat oleh industri pakaian jadi sebesar 15,08% diikuti  industri pengolahan lainnya jasa reparasi dan pemasangan mesin serta peralatannya 10,33%, industri makanan minuman 8,33%.

Selanjutnya, industri kertas dan barang dari kertas, percetakan dan reproduksi media rekaman 6,94% serta industri furnitur 6,93%.

Tantangan Pengembangan Industri

Sementara itu, untuk mendorong peningkatan kontribusi perekonomian, Agus menyatakan pihaknya terus menjalankan program pembangunan industri. Kendati demikian, ada tujuh tantangan yang dihadapi saat ini.

Pertama, masalah kekurangan bahan baku seperti kondensat, gas, naphta, biji besi. Kedua, kurangnya infrastruktur seperti pelabuhan, jalan, dan kawasan industri. Ketiga, kendala utility seperti listrik, air, gas, dan pengolah limbah.

Keempat, kurangnya tenaga terampil dan supervisor, superintendent. Kelima, tekananan produk impor. Keenam, limbah industri seperti penetapan slag sebagai limbah B3, spesifikasi yang terlalu ketat untuk kertas bekas dan baja bekas (scrap) menyulitkan industri.

Selanjutnya ketujuh, Industri Kecil dan Menengah (IKM) masih mengalami kendala seperti akses pembiayaan, ketersediaan bahan baku dan bahan penolong, mesin peralatan yang tertinggal, hingga pemasaran.

“Terhadap berbagai tantangan yang dihadapi tersebut, saat ini kami terus melakukan berbagai upaya untuk menyelesaikannya, termasuk dengan berkoordinasi dengan kementerian dan lembaga terkait,” kata Agus. 

(Baca: UMK Naik, 10 Perusahaan Alas Kaki Banten Akan Relokasi Pabrik)

Untuk mewujudkan agenda pembangunan jangka menengah sesuai RPJMN 2020-2024, pemerintah telah menetapkan berbagai program prioritas jangka pendek (quick wins).

Di bidang perekonomian, terdapat 15 program prioritas, yang mana menurut dia Kemenperin terlibat dalam 13 program, seperti implementasi mandatori B-30, perbaikan ekosistem ketenagakerjaan, jaminan produk halal.

Selanjutnya pengembangan litbang industri farmasi, penguatan Trans Pacific Petrochemical Indotama (TPPI), Perubahan Kebijakan Kredit Usaha Rakyat (KUR), dan Penerapan Kartu Pra Kerja.

Selanjutnya, Pengembangan Kawasan Batam, Bintan dan Karimun (BBK), gasifikasi batubara, perjanjian Investasi BIA Indonesia-Taiwan, pengembangan hortikultura berorientasi ekspor, green refinery di Plaju, Sumatera Selatan, serta Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja.

Pemerintah akan mengajukan Rancangan Undang-Undang Cipta Lapangan Kerja atau Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja ke Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) pada bulan ini. Substansi RUU ini terdiri atas sebelas klaster permasalahan yang melibatkan 31 kementerian/lembaga.

(Baca: Poin-poin Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja yang Akan Diajukan ke DPR)

Presiden Joko Widodo (Jokowi) dalam rapat koordinasi di Istana Bogor, Jawa Barat pada Jumat (27/12) lalu berpesan agar tidak ada pasal-pasal titipan yang masuk dalam pembahasan RUU Cipta Lapangan Kerja.

"Tolong dicek, hati-hati betul. Jangan sampai dimanfaatkan untuk tumpangan pasal-pasal titipan yang tidak relevan," kata Jokowi.

Ia juga meminta agar RUU ini disosialisasikan kepada masyarakat.

Reporter: Tri Kurnia Yunianto

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...