Demo RUU Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja, Ini 6 Poin Penolakan Buruh
Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) meminta DPR RI menolak Rancangan Undang-Undang (RUU) Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja. Ketua KSPI Said Iqbal mengungkapkan ada enam alasan penolakan dari UU yang tengah digodok pemerintah tersebut.
"Pertama, dalam Omnibus Law mengisyaratkan akan menghapus sistem upah minimum," kata dia saat aksi unjuk rasa di depan Gedung MPR, DPR dan DPD RI di Jakarta, Senin (20/1).
Said menyatakan, penerapan upah per jam dikhawatirkan dapat mengakibatkan upah minimum terdegradasi bahkan hilang. Sehingga hal itu dinilai merugikan kaum buruh dan pekerja di Tanah Air.
(Baca: Serikat Buruh Demo Minta DPR Tolak RUU Omnibus Law Lapangan Kerja)
"Oleh karena itu kami menolak, karena ini akan menghapuskan upah minimum, membuat buruh kembali menjadi absolut miskin," ujar dia.
Alasan kedua, RUU tersebut dinilai akan menghilangkan pesangon. Walaupun Menko Perekonomian, Menteri Perindustrian dan Menteri Ketenagakerjaan mengatakan pesangon tetap ada, namun diberikan "on the top" yaitu disebut dengan tunjangan pemutusan hubungan kerja (PHK) sebesar enam bulan upah.
Ketiga, lanjut dia, akan terjadi penggunaan sistem outsourcing atau kontrak lepas dan karyawan kontrak. Hal itu dikarenakan, RUU Cipta Lapangan Kerja membolehkan semua jenis pekerjaan menggunakan sistem kontrak dan bisa dikontrak lepaskan.
(Baca: Kadin: Omnibus Law Bukan Hanya untuk Kepentingan Pengusaha)
Padahal, di dalam Undang-Undang 13 tentang Ketenagakerjaan, sistem kontrak lepas dibatasi untuk lima jenis pekerjaan, yakni petugas kebersihan, katering, supir, sekuriti dan jasa penunjang.
"Poin yang keempat yaitu memudahkan masuknya tenaga kerja asing," katanya.
Poin kelima, Said mengatakan Omnibus Law Cipta Lapangan Kerja akan menghilangkan jaminan sosial. Alasan keenam, menghilangkan sanksi pidana bagi pengusaha.
"Pada prinsipnya KSPI setuju dengan sikap Presiden Jokowi yang ingin mengundang investasi ke Tanah Air dengan tujuan membuka lapangan kerja seluas-luasnya. Namun, hal itu harus pula diselaraskan dengan perlindungan kaum buruh.
Titik Keseimbangan
Adapun penolakan buruh segera ditanggapi istana. Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko mengatakan, pemerintah terus mencari titik seimbang antara kepentingan buruh maupun kepentingan pengusaha dalam omnibus law cipta lapangan kerja.
"Kami ingin mencari titik keseimbangan baru yang pas, baik untuk pekerja, dan atau untuk pengusaha. Mencari titik keseimbangan ini melalui upaya bersama, tidak bisa satu pihak, tetapi kedua belah pihak memiliki semangat yang sama," katanya di Gedung Bina Graha, Jakarta, Senin.
Menurut Moeldoko, omnibus law diajukan ke DPR RI dengan tujuan menciptakan lapangan kerja dan penataan pajak. Omnibus law juga diharapkan dapat memberi kepastian dan kenyamanan bagi buruh.
Moeldoko menilai substansi dari omnibus law perlu dipahami lebih mendalam oleh buruh. Menurutnya, pemahaman substansi perlu dilakukan dengan duduk bersama memaparkan arah omnibus law.
"Maka yang lebih penting lagi nanti ada pertemuan yang bisa akomodir semua pihak, yang bisa mendengarkan. Substansinya agar tidak simpang siur," ujar Moeldoko.
(Baca: Tolak RUU Omnibus Law, Buruh Rencanakan Unjuk Rasa dan Mogok Kerja )
Dia mengaku telah berdiskusi dengan beberapa serikat buruh yang menyampaikan ketidakpuasan atas proses legislasi omnibus law cipta lapangan kerja.
Moeldoko menyebut, pemerintah mendengarkan seluruh aspirasi dari masyarakat
Sebelumnya, Rapat Kerja (Raker) Badan Legislasi (Baleg) bersama Menteri Hukum dan HAM, serta DPD RI pada Kamis (16/1) menyetujui 50 Rancangan Undang-Undang masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) prioritas 2020.
"Pada prinsipnya 50 RUU sudah ditetapkan masuk Prolegnas prioritas 2020," kata Ketua Baleg DPR RI Supratman Andi Agtas.
Dia mengatakan dari 9 fraksi, sebanyak 6 fraksi menyatakan bulat mendukung dan tiga fraksi setuju dengan memberikan catatan yaitu Fraksi Partai Golkar, Fraksi PDIP, dan Fraksi Partai NasDem.
Dari 50 RUU tersebut, terdapat dua RUU yang masuk Omnibus Law dan menjadi prioritas untuk dibahas segera yaitu RUU tentang Cipta Lapangan Kerja dan RUU tentang Ketentuan dan Fasilitas Perpajakan untuk Penguatan Perekonomian.