Penjualan Lesu, Industri Alas Kaki Terancam PHK 900 Ribu Pekerja

Image title
2 April 2020, 13:17
Industri Alas Kaki Dilematis Hadapi Ancaman PHK 900 Ribu Karyawan.
ANTARA FOTO/Arif Firmansyah
Pekerja mengerjakan pembuatan sepatu rumahan. Industri alas kaki terancam merumahkan 900 ribu karyawan seiring lesunya penjualan di pasar domestik dan ekspor akibat corona.
Button AI SummarizeBuat ringkasan dengan AI

Pandemi virus corona terus memukul sektor usaha, seperti yang dialami industri padat karya alas kaki. Industri alas kaki terancam merumahkan 900 ribu karyawan seiring lesunya penjualan di pasar domestik dan ekspor akibat corona. 

Direktur Eksekutif Asosiasi Persepatuan Indonesia (Aprisindo) Firman Bakri mengatakan, saat ini banyak pesanan alas kaki untuk pasar dalam negeri maupun ekspor dibatalkan atau ditunda.

Padahal, dalam kondisi normal, saat ini merupakan masa dimana pabrik seharusnya menggenjot produksi untuk memenuhi permintaan menjelang Lebaran. Demikian juga ekspor, yang mana beberapa pangsa pasar produk sepatu seperti Amerika Serikat (AS), Eropa dan Tiongkok ikut menurun akibat corona. 

(Baca: Akibat Wabah Corona, Honda Setop Sementara Produksi Pabrik di Karawang)

Akibat lesunya permintaan di domestik dan ekspor, beberapa pabrik mulai berhenti produksi. Sedangkan pabrik yang berproduksi saat ini, kebanyakan mengerjakan pesanan sebelumnya dari beberapa brand-brand global sebanyak lima juta pasang.

"Untuk yang satu bulan ini bisa sampai lima juta pasang yang masih dikerjakan. Tapi bulan depan kami sudah khawatir tidak ada pesanan sema sekali dan pabrik sudah merumahkan pegawainya," kata dia kepada katadata.co.id, Kamis (2/4).

Menurut dia, akibat pandemi virus corona begitu cepat, fluktuasi pasar pun terjadi. Jika pada dua minggu lalu, opsi merumahkan karyawan bahkan tidak pernah terpikirkan sebelumnya.

Namun, karena pesanan global dan domestik sebagian besar dibatalkan, maka opsi merumahkan karyawan akhirnya dipertimbangkan hingga situasi kembali kondusif.

Tak hanya itu, beberapa insentif pajak dari pemerintah juga dirasa kurang efektif. Sebab, komponen biaya terbear di industri alas kaki ada pada ongkos tenaga kerja. Apalagi sektor ini merupakan industri padat karya.

Oleh sebab itu, asosiasi mendesak pemerintah mengeluarkan regulasi yang menyentuh industri padat karya agar tetap bisa melanjutkan operasional.Menurutnya, pengusaha sudah mencoba meminimalisir PHK di tengah kondisi saat ini, butuh support pemerintah.

"Kami terikat undang-undang dan yang jadi masalah kalau sampai tidak ada pemasukan, tapi harus bayar karyawan tentu tidak semua perusahaan sanggup," kata dia.

Tak hanya di Indonesia, hantaman industri akibat virus corona sebelumnya juga dialami produsen sepatu dan aksesoris asal Jerman, Adidas AG. 

(Baca: Pembatasan Sosial Skala Besar, Sektor Manufaktur Pangkas Produksi 30%)

Perusahaan berpotensi kehilangan pendapatan 1 miliar euro atau sekitar Rp 16,2 triliun sepanjang kuartal I 2020. Anjloknya pendapatan tersebut dikarenakan lesunya penjualan perusahaan akibat wabah virus corona di Tiongkok. 

Kepala Eksekutif Adidas Kasper Rorsted dalam sebuah wawancara dengan Bloomberg TV mengatakan, permintaan sepatu dan pakaian olahraga akan membutuhkan waktu lebih lama untuk pulih dibanding barang-barang konsumen lainnya.

"Kami berada di ujung rantai makanan. Jika Anda duduk selama dua minggu di sebuah apartemen, pikiran pertama Anda bukanlah membeli sepasang sepatu olahraga, melainkan mengembalikan isi kulkas Anda," katanya dilansir dari Bloomberg. 

Namun dia enggan memproyeksikan dampak setahun penuh dari penyebaran wabah corona. Pasalnya tak hanya Tiongkok, penjualan Adidas juga diprediksi melambat di Jepang dan Korea Selatan ketika pasar China mulai pulih.

Insentif Pajak

Untuk meredam dampak ekonomi akibat corona terhadap industri, pemerintah telah menyuntikkan sejumlah insentif, fiskal dan nonfiskal seperti kemudahan impor bahan baku.

Menteri Keuangan Sri Mulyani menyatakan, insentif yang telah diberikan dalam paket stimulus kedua belum cukup untuk menanggulangi dampak corona terhadap perekonomian, sehingga pemerintah meningkatkan insentif.

Hal ini dilakukan dengan menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) sehingga pemerintah dapat menambah pengeluarannya hingga sebesar Rp 405,1 triliun.

Dari jumlah tersebut, sebanyak Rp 70 triliun ditujukan untuk mendukung industri. Dukungan terhadap industri diberikan berupa pajak dan bea masuk ditanggung pemerintah serta stimulus Kredit Usaha Rakyat (KUR).

(Baca: Pernyataan Lengkap Jokowi soal Perppu Penyelamatan Ekonomi dari Corona)

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengatakan bahwa Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 ditanggung pemerintah berlaku bagi pekerja dengan penghasilan maksimal Rp 200 juta setahun.

Sektor yang menerima stimulus tersebut diperluas sehingga tidak terbatas hanya pada sektor pengolahan (manufaktur). "Termasuk pariwisata dan penunjangnya atau sektor lainnya yang langsung terdampak corona. Kami bahas sektor pertanian, perkebunan, dan lainnya," ujarnya.

Adapun percepatan penyesuaian pemberlakuan PPh akan berlaku tahun ini. Kemudian, pembebasan PPh Pasal 22 Impor untuk 19 sektor tertentu diberikan bagi wajib pajak Kemudahan Impor Tujuan Ekspor (KITE) dan wajib Pajak KITE Industri Kecil dan Menengah (IKM). 

Reporter: Tri Kurnia Yunianto
Editor: Ekarina

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...