Investasi Hulu Migas Capai Rp 117 Triliun pada Semester I 2025, Baru 44% Target


Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) mencatat, jumlah investasi yang masuk dari sektor hulu migas sebanyak US$ 7,19 miliar atau Rp 117,23 triliun sepanjang semester I 2025. Angka ini baru mencapai 43,6% dari target APBN yang dipatok US$ 16,5 miliar.
“Outlook-nya mudah-mudahan bisa tercapai sesuai target 2025 atau bahkan lebih, bisa mencapai US$ 16,9 miliar,” kata Kepala SKK Migas Djoko Siswanto dalam konferensi pers, Senin (21/7).
Deputi Keuangan dan Komersialisasi SKK Migas Kurnia Chairi mengatakan, investasi hulu migas RI mengalami tren kenaikan setelah Pandemi Covid-19. Pad tahun pertama pandemi, investasi hulu migas hanya mencapai US$ 10,5 miliar saja. Namun, berangsur meningkat setiap tahun hingga mencapai US$ 14,4 miliar atau Rp 231 triliun pada 2024.
“Pada 2025 kami menginginkan investasi terus meningkat,” ujar Kurnia.
Peningkatan ini juga didukung oleh perbaikan dari sisi eksplorasi, pada 2019 hanya sebesar US$ 0,6 miliar dan pada 2024 menjadi US$ 1,5 miliar.
Dia menyebut, peningkatan investasi hulu migas didukung oleh perbaikan daya tarik, baik yang berasal dari sisi fiskal, risiko, dan aktivitas di hulu migas.
Dalam paparannya tertulis bahwa investasi hulu migas sangat dipengaruhi oleh harga komoditas, kebijakan pemerintah, teknologi, risiko operasional,dan faktor makro ekonomi.
Di saat yang bersamaan, perusahaan migas juga harus menganalisis kelayakan ekonomi (seperti perhitungan IRR,NPV) dan manajemen risiko untuk memitigasi ketidakpastian. Di sisi lain, pemerintah harus mengupayakan iklim investasi yang kondusif untuk menarik investasi dan memitigasi capital flight.
Tren investasi hulu migas sejak 2019-2024:
2019: US$ 11,7 miliar
2020: 10,5 miliar
2021: US$ 11 miliar
2022: US$ 12,1 miliar
2023: US$ 13,3 miliar
2024: US$ 14,4 miliar
Target Penerimaan Negara Meleset
SKK Migas memproyeksi penerimaan negara dari sektor hulu migas tahun ini tidak akan mencapai target APBN. Pemerintah menargetkan penerimaan dari sektor ini sebesar US$ 13,03 miliar atau setara Rp 212,45 triliun pada 2025. Namun hingga paruh pertama tahun ini, realisasi baru mencapai US$ 5,88 miliar atau 45,1%.
Kepala SKK Migas Djoko Siswanto mengatakan, proyeksi penerimaan hingga akhir tahun hanya akan menyentuh US$ 10,83 miliar atau 83,1% dari target. Ia menyebut penyebab utamanya adalah harga minyak yang lebih rendah dari asumsi APBN.
“Harga minyak di APBN dipatok US$ 82 per barel, realisasinya rata-rata hanya US$ 69 per barel. Otomatis (target penerimaan tidak akan tercapai) karena harga minyaknya rendah,” kata Djoko dalam konferensi pers di Jakarta, Senin (21/7).