Asosiasi Nikel Sebut Aturan Pengajuan RKAB Jadi per Tahun Hambat Investasi


Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral bersama Komisi XII Dewan Perwakilan Rakyat menyepakati perubahan masa pengajuan rencana kerja dan anggaran biaya atau RKAB yang semula tiga tahun sekaligus, menjadi per tahun. Pengajuan ini berlaku untuk seluruh perusahaan mineral dan batu bara di Indonesia.
Asosiasi Penambang Nikel Indonesia mengatakan perubahan pengajuan RKAB menjadi satu tahun perlu dikaji ulang, baik dari aspek efisiensi waktu, biaya, dan kapasitas evaluasi pemerintah. Saat ini terdapat lebih dari 4.100 izin perusahaan pertambangan, terdiri atas 3.996 izin usaha pertambangan (IUP), 15 izin usaha pertambangan khusus (IUPK), 31 kontrak karya (KK), 58 perjanjian karya pengusahaan pertambangan batu bara (PKP2B) yang aktif di seluruh Indonesia.
Jika masa RKAB kembali menjadi per tahun, ribuan perusahaan harus mengajukan persetujuan setiap tahun. "Hal ini menimbulkan pertanyaan, bagaimana mengevaluasi ribuan dokumen secara tepat waktu tanpa menghambat investasi, produksi, dan kontribusi industri tambang bagi perekonomian nasional?” kata Sekretaris Jenderal APNI Meidy Katrin dalam keterangan tertulisnya, dikutip Jumat (4/7).
Menurut dia, pengajuan RKAB dalam tiga tahun sekali memberikan kepastian usaha dan efisiensi bagi pemerintah maupun perusahaan. Pemerintah perlu mempertahankan mekanisme pengajuan ini, disertai dukungan pengawasan realisasi produksi tahunan yang ketat.
Dia mengatakan pemerintah juga harus memperkuat kapasitas evaluasi dan pengawasan internal, bukan memperpanjang rantai birokrasi dengan periode perizinan yang lebih pendek. “Evaluasi menyeluruh terhadap Keputusan Menteri ESDM Nomor 84/2023 diperlukan agar kebijakan produksi lebih terukur, sesuai kapasitas serap smelter (pabrik pengolahan dan pemurnian) domestik dan dinamika pasar global,” ucapnya.
Perubahan Periode RKAB
Awalnya, RKAB memang wajib diajukan setiap tahun oleh perusahaan minerba. Namun, pada 2023 Menteri ESDM periode ketika itu, Arifin Tasrif, beserta Komisi VII DPR memutuskan pengajuannya menjadi tiga tahun sekaligus.
“Tapi mulai hari ini dengan mengucapkan bismillahirrahmanirrahim, kami terima usulan dari Komisi XII untuk pengajuannya RKAB menjadi per tahun,” kata Bahlil dalam rapat kerja bersama Komisi XII DPR, Rabu (2/7).
Kembalinya keputusan pengajuan RKAB per tahun dilandasi oleh kondisi pasokan batu bara yang berlebihan akibat pengajuan RKAB dalam jangka waktu tiga tahun sekaligus.
Bahlil menyampaikan total konsumsi batu bara dunia saat ini mencapai 8 sampai 9 miliar ton tapi jumlah yang diperjualbelikan hanya berkisar 1,2 sampai 1,3 miliar ton. Dari jumlah ini, Indonesia mengekspor 600-700 juta ton per tahun atau setengah dari jumlah batu bara yang beredar di dunia.
“Ini akibat RKAB yang tidak terkontrol, dilakukan oleh kami bersama. Penetapan RKAB tiga tahun membuat kami tidak bisa mengendalikan antara produksi dan permintaan batu bara, sehingga menyebabkan harganya jatuh,” ucapnya.
Selain harga jatuh, lanjutnya, penetapan RKAB tiga tahun sekali juga membuat penerimaan negara bukan pajak (PNBP) baik dari batu bara ataupun mineral lainnya menjadi turun.
“Tidak boleh ada main-main, kami harus menjaga harga batu bara dunia, menjaga pendapatan negara, dan keuntungan dari perusahaan,” katanya.
Edisi Khusus Sumitro Djojohadikusumo ini didukung oleh: