Iran Akan Tutup Selat Hormuz, Harga Minyak Brent Bisa Tembus US$ 100 per Barel

Mela Syaharani
23 Juni 2025, 08:52
Ilustrasi Kapal Tanker
ANTARA FOTO/Ahmad Subaidi/rwa.
Ilustrasi Kapal Tanker
Button AI SummarizeMembuat ringkasan dengan AI

Analis mengatakan adanya kemungkinan lonjakan harga minyak acuan dunia hingga US$ 100 per barel, akibat perang Iran-Israel disertai intervensi Amerika Serikat (AS) yang memperburuk keadaan. Kondisi semakin serius karena keputusan Parlemen Iran untuk menutup Selat Hormuz yang menjadi  jalur perdagangan 20% bagi minyak dan pasokan gas alam cair di dunia.

Harga minyak acuan dunia sempat mencapai level tertinggi dalam lima bulan terakhir pada awal perdagangan Senin (23/6). Hal ini terjadi karena kecemasan investor akan kelanjutan perang di Timur Tengah setelah AS menyerang fasilitas nuklir Iran, berisiko pada aktivitas dan inflasi global.

Minyak acuan Brent harganya naik 2,7% menjadi US$ 79,12 per barel, sementara minyak mentah AS naik 2,8% menjadi US$ 75,98 per barel. Analis JP Morgan memperingatkan bahwa gejolak di Timur Tengah biasanya mengakibatkan harga minyak melonjak hingga 76% dan rata-rata naik 30% seiring waktu. 

Kondisi ini semakin serius karena Iran memiliki Selat Hormuz, jalur perdagangan 20% bagi minyak dan pasokan gas alam cair di dunia. 

“Dalam perkiraan kebijakan Iran akan memengaruhi aktivitas Selat Hormuz, kami perkirakan harga minyak Brent akan mencapai setidaknya US$ 100 per barel,” kata analis komoditas di Commonwealth Bank of Australia, Vivek Dhar dikutip dari Reuters, (Senin (23/6).

Harga Emas Turun Tipis, Saham Melemah

Meski harga minyak naik, Reuters menulis harga emas turun tipis 0,1% menjadi US$ 3.363 per ons. Sementara itu pasar saham menunjukkan ketahanan sejauh ini, dengan kontrak berjangka S&P 500 turun moderat 0,5% dan kontrak berjangka Nasdaq turun 0,6%.

Indeks MSCI yang mencakup saham Asia-Pasifik di luar Jepang turun 0,5%, dan Nikkei Jepang turun 0,9%.

Kontrak berjangka EUROSTOXX 50 turun 0,7%, sementara kontrak berjangka FTSE turun 0,5% dan kontrak berjangka DAX turun 0,7%. Eropa dan Jepang sangat bergantung pada impor minyak dan LNG.

Adapun dolar AS naik 0,3% terhadap yen Jepang menjadi 146,48 yen, sementara euro turun 0,3% menjadi $1,1481. Indeks dolar AS menguat 0,17% menjadi 99,078. Tidak ada tanda-tanda lonjakan ke aset aman seperti obligasi pemerintah AS, dengan imbal hasil obligasi 10 tahun naik 2 basis poin menjadi 4,397%.

Kontrak berjangka suku bunga Federal Reserve sedikit turun, kemungkinan mencerminkan kekhawatiran bahwa kenaikan harga minyak yang berkelanjutan akan menambah tekanan inflasi pada saat tarif baru mulai terasa di harga-harga AS.

Pasar masih memperhitungkan peluang yang sangat kecil bahwa Fed akan memangkas suku bunga pada pertemuan berikutnya pada 30 Juli, meskipun Gubernur Fed Christopher Waller keluar dari barisan dan berargumen untuk pelonggaran pada Juli.

Sebagian besar anggota Fed lainnya, termasuk Ketua Jerome Powell, lebih berhati-hati dalam kebijakan, sehingga pasar lebih mengandalkan pemangkasan suku bunga pada September. Setidaknya 15 pejabat Fed akan berbicara pekan ini, dan Powell akan menghadapi pertanyaan dari anggota parlemen, mencakup dampak potensial tarif Presiden Donald Trump dan serangan terhadap Iran.

Timur Tengah akan menjadi prioritas utama dalam pertemuan pemimpin NATO di Den Haag pekan ini, di mana sebagian besar anggota telah sepakat untuk berkomitmen pada kenaikan tajam belanja pertahanan.

Baca artikel ini lewat aplikasi mobile.

Dapatkan pengalaman membaca lebih nyaman dan nikmati fitur menarik lainnya lewat aplikasi mobile Katadata.

mobile apps preview
Reporter: Mela Syaharani

Cek juga data ini

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...