Diprediksi Naik 400%, Konsumsi Listrik Pusat Data RI Ancam Ledakan Emisi

Mela Syaharani
27 Mei 2025, 16:25
Ilustrasi pusat data
YouTube SM+
Ilustrasi pusat data
Button AI SummarizeMembuat ringkasan dengan AI

Indonesia menempati peringkat kedua kenaikan permintaan listrik tertinggi akibat pertumbuhan bisnis pusat data, yakni dari 6,7 terawatt hour (TWh) pada 2024 menjadi 26 TWh pada 2030 atau naik hampir 400%. Kondisi itu berpotensi menyebabkan ledakan emisi karena pembangkit listrik di Indonesia masih didominasi energo fosil.

Hal tersebut terungkap dalam laporan terbaru EMBER “From AI to emissions: Aligning ASEAN's digital growth with energy transition goals”. Laporan ini menggarisbawahi, masih tingginya dominasi bahan bakar fosil dalam kelistrikan nasional. Dengan demikian, lonjakan permintaan listrik untuk pusat data  juga diproyeksikan meningkatkan emisi tiga kali lipat, dari 5 juta ton setara CO2 (MtCO2e) menjadi 19 MtCO2e di Jawa, Madura, dan Bali (Jamali).

 Hal yang sama juga terjadi dengan negara ASEAN lain. Malaysia yang memegang rekor pertumbuhan pusat data tertinggi diperkirakan mengalami lonjakan permintaan listrik dari 8,5 TWh menjadi 68 TWh. Hal itu menyebabkan kenaikan emisi tujuh kali lipat dari 5,9 MtCO2e menjadi 40 MtCO2e.

Sementara Filipina di peringkat ketiga diprediksi mengalami pertumbuhan konsumsi listrik dari 1,1 TWh pada 2024 menjadi 20 TWh. Emisi diprediksi melonjak hingga 14 kali lipat dari 0,8 MtCO2e menjadi 10,5 MtCO2e di jaringan listrik Luzon-Visayas.

 “Pertumbuhan pusat data membebani sistem kelistrikan di ASEAN, di mana sebagian besar listrik dari batu bara dan gas," kata Head of Data Centre Research & Insights Asia Pacific Cushman & Wakefield, Pritesh Swamy, melalui siaran tertulis, Selasa (27/5).

Dia mengatakan, meningkatkan energi terbarukan dan modernisasi infrastruktur melalui investasi dan kolaborasi regional menjadi kunci untuk memastikan pertumbuhan berkelanjutan dan memajukan transisi energi.

 Meski demikian, EMBER mengungkapkan bahwa negara-negara ASEAN masih berpeluang menghijaukan bisnis pusat data di wilayahnya. Setidaknya 30% kebutuhan listrik pusat data pada 2030 dapat dipenuhi dari listrik surya dan angin, bahkan tanpa baterai–yang dianggap penghalang terbesar adopsi energi bersih. Dengan dukungan kebijakan, ASEAN dapat melistrikan pertumbuhan pusat data tanpa menaikkan emisi.

“Tanpa tindakan mendesak, pesatnya pertumbuhan industri pusat data ASEAN berisiko menggagalkan target transisi energi," ujarnya.

Dia mengatakan, memprioritaskan energi surya dan angin, serta efisiensi energi, yang didukung kebijakan yang kuat, kerangka kerja nasional pusat data, dan kolaborasi, akan membantu memastikan pusat data mendorong pertumbuhan bisnis digital yang berkelanjutan, dan tidak meningkatkan ketergantungan pada bahan bakar fosil.

 Menurut dia, pemerintah perlu memperluas akses perusahaan pusat data untuk memperoleh listrik surya dan angin. Perusahaan teknologi besar mengandalkan skema perjanjian jual beli listrik (power purchase agreement/PPA), yakni langsung mendapat listrik hijau dari pembangkit listrik. Di sisi lain, perusahaan operator pusat data membutuhkan akses yang lebih fleksibel, seperti PPA virtual dan tarif hijau.

Namun, opsi ini belum tentu tersedia di seluruh negara ASEAN. Di Indonesia misalnya, belum tersedia tarif hijau seperti di Malaysia, Singapura, Thailand, dan Filipina. Selain itu, penerapan skema power wheeling, yang memungkinkan perusahaan mendapat listrik langsung dari pembangkit listrik energi surya dan angin, masih ditinjau dalam Rancangan Undang-Undang Energi Baru dan Energi Terbarukan.

Pemerintah juga dapat mewajibkan perusahaan teknologi untuk memasukkan efisiensi energi sejak tahap desain pusat data, dan menetapkan pedoman nasional. Langkah ini dapat membantu menurunkan konsumsi listrik dan mengurangi beban pada jaringan listrik.

“Pemerintah dan industri harus bekerja sama untuk menyelaraskan ekspansi pusat data dengan transisi energi. Kerangka kerja nasional, kolaborasi yang lebih kuat, dan transparansi yang lebih baik, sangat penting untuk memastikan pertumbuhan digital ASEAN mendorong kemajuan,” Nadhila menambahkan.

Baca artikel ini lewat aplikasi mobile.

Dapatkan pengalaman membaca lebih nyaman dan nikmati fitur menarik lainnya lewat aplikasi mobile Katadata.

mobile apps preview
Reporter: Mela Syaharani

Cek juga data ini

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...