ESDM Jelaskan Alasan Shell dan Chevron Minati RI Lagi, Soroti Potensi Blok Besar


Komunikasi antara pemerintah dengan sejumlah perusahaan migas global yang sudah hengkang dari Indonesia kembali terjalin. Pemerintah mengatakan beberapa korporasi migas dunia, seperti Chevron, Shell, hingga TotalEnergies menunjukkan minat berinvestasi di Indonesia.
Tenaga Ahli Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Bidang Eksplorasi dan Peningkatan Produksi Migas, Nanang Abdul Manaf mengatakan perusahaan-perusahaan tersebut mulai menyatakan minatnya sejak tahun ini.
“Mereka baru menyampaikan keinginan, dengan banyak bertanya kepada SKK Migas,” kata Nanang saat ditemui di sela-sela acara IPA Convex 2025, Banten, Kamis (23/5).
Mantan Wakil Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) ini menyampaikan, kedatangan mereka ingin memperoleh temuan atau potensi migas berukuran besar (giant discovery).
Nanang juga mengatakan, hal ini juga dilakukan untuk beradu portofolio antar perusahaan. Ini karena Shell, Chevron, dan TotalEnergies merupakan entitas perusahaan migas global yang tergolong raksasa dan punya banyak konsesi, mulai dari Afrika, Timur Tengah, Amerika Selatan, hingga Amerika Utara.
“Jadi kalau prospeknya kecil, mereka akan kalah dengan portolio yang ada di negara lain. Oleh sebab itu mereka saat ini sedang mencari potensi temuan besar,” ujarnya.
Nanang mengatakan, dengan faktor tersebut area di Indonesia yang memungkinkan bagi mereka menemukan blok besar di wilayah Indonesia Timur. Namun, dia mengakui wilayah ini memiliki risiko yang lebih besar karena keterbatasan data.
“Jadi peluang untuk bisa mendapatkan cadangan besar, biasanya di daerah frontier atau terluar,” ucapnya.
Nanang juga mengatakan perusahaan-perusahaan tersebut belum menunjuk mana wilayah kerja (WK) migas yang ingin mereka ketahui lebih lanjut, berdasarkan data yang dimiliki pemerintah.
“Baru menunjukkan keinginannya bahwa mereka ingin balik ke Indonesia mencari opportunity,” katanya.
Faktor kembali ke Indonesia
Menurut Nanang, kembalinya korporasi besar ke sektor hulu migas RI disebabkan oleh beberapa faktor. Pertama, berkaitan dengan prospek yang didukung oleh ketersediaan data yang bagus.
Dalam beberapa tahun terakhir, industri hulu migas tanah air berhasil menemukan dua penemuan besar gas. Pertama, sumber gas di Geng North sebesar 5,3 triliun kaki kubik (TCF) dan kedua adalah temuan gas di South Andaman mencapai 2 TCF.
Prospek investasi hulu migas RI juga ditunjukkan dengan pengerjaan proyek-proyek migas jumbo yang mulai berjalan. “Itu juga tanda-tanda bahwa Indonesia punya prospek yang sangat bagus untuk bisa menemukan giant discovery,” kata Nanang.
Selain itu, kembalinya raksasa migas ke RI juga ditopang oleh kebijakan fiskal. Dia menyontohkan, Indonesia saat ini mulai memberikan kontrak bagi hasil sampai 50% untuk area-area yang berisiko.
“Itu kan artinya kita sudah mulai memberikan karpet merah buat perusahaan-perusahaan internasional untuk datang ke Indonesia,” kata Nanang.
Faktor selanjutnya terkait insentif. Dia menyebut ketika menemukan potensi migas maka akan dihitung segala aspek termasuk nilai keekonomiannya.
Jika hal tersebut tidak bisa dipenuhi, maka pemerintah berpeluang memberikan insentif dengan catatan investor berdiskusi dahulu secara langsung.
Kilas Balik Chevron hingga Shell di Indonesia
Berdasarkan laman resmi perusahaan, Chevron bermitra dengan Indonesia sejak 1924. Kala itu, perusahaan ini bernama Standard Oil Company of California atau Socal mengirim ekspedisi geologi ke Pulau Sumatra.
Pada 1941, Chevron melakukan formasi pengeboran yang kemudian menjadi Lapangan Duri. Pada 1944, sebuah sumur di dekat desa Minas menjadi ladang minyak terbesar yang pernah ditemukan di Asia Tenggara. Sedangkan produksinya dimulai pada 1952.
Chevron menerapkan berbagai inovasi teknologi di Lapangan Duri, yang merupakan operasi thermal EOR terbesar di dunia, dan uji coba lapangan surfaktan di Lapangan Minas.
Sejak 1952, Chevron merupakan produsen minyak terbesar di Indonesia dengan produksi kumulatif sebesar 12 miliar barel, memasok sekitar 40% dari total produksi minyak mentah negara hingga 8 Agustus 2021.
Chevron mengoperasikan Lapangan West Seno di Selat Makassar, yang mulai beroperasi pada 2003, operasi laut dalam pertama di Indonesia hingga 2023.
Chevron juga pernah mengelola Blok Rokan, Riau. Pada 2018, pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) memutuskan untuk mengembalikan pengelolaan migas di Blok Rokan yang selama ini dikuasai Chevron.
Sementara Shell, sudah lebih dulu masuk ke industri hulu migas Indonesia, tepatnya pada akhir 1800. Namun, keberadaan investasinya di Indonesia berakhir pada 2023, saat dia memutuskan untuk hengkang dari proyek Abadi Masela yang ditargetkan onstream akhir 2029.
Shell Upstream Overseas Services (I) Limited (SUOS), anak usaha Shell plc, telah menuntaskan penjualan 35% participating interest di Blok Masela kepada PT Pertamina Hulu Energi dan Petronas Masela Sdn Bhd pada Oktober 2023.