Pemasaran Produk Pertamina Naik 6%, Tapi Penjualan Gas Turun di 2024


PT Pertamina (Persero) mencatat peningkatan pemasaran produk sebesar 6% sepanjang 2024. Peningkatan ini mencakup bahan bakar minyak (BBM), produk non-BBM, serta petrokimia untuk pasar domestik maupun internasional.
Wakil Direktur Utama Pertamina Wiko Migantoro mengungkapkan bahwa volume pemasaran meningkat dari 99 juta kiloliter pada 2023 menjadi 105 juta kiloliter pada 2024.
"Ini menunjukkan bahwa meskipun kita bergerak cepat dalam mencari energi alternatif (green), kebutuhan terhadap energi fosil masih cukup tinggi," ujar Wiko dalam rapat dengar pendapat bersama Komisi VI DPR RI, Selasa (11/3).
Ia juga berharap peningkatan volume penjualan ini sejalan dengan pertumbuhan ekonomi yang memerlukan tambahan pasokan energi. Secara spesifik, Wiko menyebutkan bahwa peningkatan pemasaran juga terjadi pada produk non-subsidi atau non-PSO.
"Dari 30 juta kiloliter pada 2023 menjadi 43 juta kiloliter di 2024," ujarnya.
Dalam upaya meningkatkan efisiensi dan akurasi penyaluran subsidi, Pertamina telah menerapkan digitalisasi melalui aplikasi MyPertamina. Sistem ini menggunakan QR code untuk mendata konsumen produk Biosolar dan Pertalite.
Langkah ini bertujuan sebagai opsi bagi pemerintah dalam pelaksanaan subsidi tepat sasaran. Dengan penerapan digitalisasi dan pendataan tersebut, kinerja pendapatan terjaga baik dari sisi Consolidated Net Trade (CNT).
Kinerja Sektor Niaga Gas Turun
Di sisi lain, kinerja subholding gas Pertamina mengalami penurunan pada 2024, terutama dalam sektor niaga gas. Hal ini disebabkan oleh berkurangnya pasokan gas pipa ke konsumen di Jawa Barat yang sebelumnya berasal dari Sumatra Selatan.
Untuk mengatasi kondisi tersebut, Pertamina mulai menggunakan kargo gas alam cair (LNG) sebagai alternatif pasokan gas. Pertamina sudah mulai memasarkan LNG yang dicampur dengan gas pipa untuk konsumen industri di Jawa Barat.
"Pendapatan rata-rata dari penjualan gas ini mampu menjaga revenue perusahaan, khususnya di Subholding Gas dengan nilai mencapai US$ 3,8 miliar," kata Wiko.