Industri 4.0 Diharapkan Bisa Tingkatkan Penyerapan Katoda Tembaga

Image title
21 Juni 2019, 15:00
Suasana pabrik pemurni tembaga PT Smelting, Gresik, Jawa Timur, Kamis (20/6/2019)
Wahyu Dwi Jayanti | KATADATA
Suasana pabrik pemurni tembaga PT Smelting, Gresik, Jawa Timur, Kamis (20/6/2019)

Semakin berkembangnya industri 4.0 diharapkan dapat meningkatkan penyerapan produk katoda tembaga di Indonesia yang saat ini hanya sekitar 40-50% dari total produksi. Saat ini katoda tembaga yang dihasilkan dari pabrik pengolahan dan pemurnian (smelter) domestik hanya berasal dari PT Smelting dengan produksi sekitar 246 ribu ton per tahun.

Presiden Direktur Smelting Hiroshi Kondo menjelaskan dengan adanya industri 4.0 kebutuhan kawat dan kabel akan tinggi, sehingga bisa meningkatkan serapan produksi. "Tapi tembaga juga banyak dipakai di kendaraan bermotor, mobil, AC, kulkas," ujarnya, di Gresik, Jawa Timur, Kamis (21/6).

Ia tidak menampik di masa depan akan bermunculan smelter-smelter tembaga baru yang akan menjadi tantangan bagi perusahaan. Namun, ia optimis pemerintah Indonesia khususnya Kementerian Perindustrian (Kemenperin) akan mendukung industri smelter agar terus berjalan dengan baik. "Mungkin sulit, tapi kami bisa menghadapinya. Peran pemerintah, seperti Kemenperin juga saat ini baik," kata dia.

(Baca: PT Smelting Produksi 96 Ribu ton Katoda Tembaga di Kuartal I 2019)

Pemerintah telah mewajibkan perusahaan tambang mineral untuk membangun pabrik pemurnian dan pengolahan (smelter) konsentrat, ini berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 1 Tahun 2017, yang tujuannya untuk meningkatkan hilirisasi. Smelter wajib dibangun dalam tenggat waktu lima tahun sejak PP tersebut diundangkan.

Tercatat pada 2016 ada 20 smelter yang telah beroperasi. Perinciannya, dua smelter tembaga milik PT Batutua dan PT Smelting. Lalu, 12 smelter nikel milik PT Aneka Tambang Tbk, PT Vale Indonesia, PT Fajar Bhakti, PT Sulawesi Mining Investment, PT Gabe, PT Cahaya Modern, PT Indoferro, PT Century Guang Ching, PT Titan, PT Bintang Timur, dan PT Megah Surya Pertiwi.

Kemudian, ada dua smelter besi milik PT Delta Prima Steel, PT Maratus Jaya. Dua smelter bauksit, milik PT Indonesia Chemical Alumina (ICA) dan PT Well Harvest Winning Alumina Refinery (WHW). Terakhir, ada dua smelter mangan,milik PT Indotama Ferro dan PT Primer.

Pada 2017, ada tambahan tiga smelter yang telah beroperasi. Smelter tersebut dimiliki oleh PT Virtue Srago, PT COR Industry Indonesia, dan PT Surya Saga Utama. Sementara itu, dua smelter bauksit, milik PT Sebuku Iron Lateratic Ores dan PT Sumber Baja Prima.

Pada 2018 ada dua smelter, yakni milik PT Virtue Dragon dan Bintang Smelter Indonesia. Sedangkan tahun ini diharapkan ada dua smelter nikel yang akan beroperasi yakni milik Antam di Tanjung Buli, Halmahera, dan PT Wanatiara Persada di Pulau Obi, Maluku Utara.

(Baca: Maksimalkan Kapasitas Produksi, PT Smelting Tambah Pasokan dari Amman)

Reporter: Fariha Sulmaihati

Cek juga data ini

Berita Katadata.co.id di WhatsApp Anda

Dapatkan akses cepat ke berita terkini dan data berharga dari WhatsApp Channel Katadata.co.id

Ikuti kami

Artikel Terkait

Video Pilihan
Loading...