Menggairahkan Kembali Investasi di Sektor Hulu Migas Indonesia

Penulis: Arsip - Tim Publikasi Katadata
12/6/2017, 16.19 WIB

Harga minyak mentah dunia yang mengalami tren penurunan sejak pertengahan 2014 telah berdampak terhadap industri hulu minyak dan gas bumi (migas). Kinerja keuangan perusahaan-perusahaan migas global tertekan. Laba bersih turun, sehingga terpaksa mengencangkan ikat pinggang melakukan efisiensi pengeluaran, termasuk mengurangi belanja modal.

Bagi Indonesia, sebagai negara pengimpor minyak, situasi ini ibarat dua sisi mata uang. Di satu sisi menguntungkan karena harga minyak rendah membuat biaya yang dikeluarkan untuk mengimpor minyak turun. Alhasil harga jual bahan bakar minyak (BBM) ikut rendah dan masyarakat pun diuntungkan.

Namun, dalam jangka panjang dapat berimbas terhadap ketahanan energi nasional. Persoalan yang perlu dipahami bahwa tren harga minyak secara historis selalu berfluktuatif, tidak selamanya rendah dan adakalanya tinggi. Jika harga minyak meroket maka Indonesia sebagai negara pengimpor dapat terbebani oleh biaya impor minyak. Harga BBM pun bisa naik, yang dapat mendorong terjadinya inflasi.

Mau tak mau yang perlu dilakukan pemerintah adalah mendorong investasi di sektor hulu migas. Apalagi harga minyak yang rendah saat ini menjadi momentum untuk mendorong kegiatan eksplorasi dan eksploitasi migas karena biaya produksinya yang juga menurun. Sejalan dengan periode produksi yang cukup panjang, maka kegiatan eksplorasi yang dilakukan saat ini baru akan membuahkan hasil dalam beberapa tahun ke depan. Cadangan migas di masa depan pun bisa terjaga.

Persoalannya, iklim investasi hulu migas Indonesia dianggap tidak menarik di mata investor. Ini terlihat dari minimnya peserta lelang wilayah kerja migas. Kegiatan eksplorasi pun menunjukkan tren menurun dalam beberapa tahun belakangan yang berimbas terhadap cadangan migas nasional. Pemerintah memang telah melakukan sejumlah langkah untuk menggeliatkan investasi di sektor hulu migas. Mulai dari penyederhanaan perizinan hingga mengeluarkan skema kontrak bagi hasil baru (gross split). Namun, itu belum mampu menggeliatkan investasi di sektor hulu migas.

Pemerintah, ada baiknya mencontoh Meksiko yang telah berhasil melakukan reformasi di sektor hulu migas. Meski situasi yang dihadapi sama dengan di Tanah Air, di mana produksi dan ekspor minyaknya sedang turun, produksi gas stagnan dan impor BBM meningkat. Namun reformasi yang dilakukan sejak 2013 berhasil memberi manfaat tidak langsung pada negara karena kembali menariknya investasi di hulu.