Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjemput paksa Setya Novanto (Setnov), tersangka kasus korupsi e-KTP pada Rabu (15/11). Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) ini berkali-kali mengelak dari panggilan pemeriksaan dengan berbagai alasan. Alhasil, KPK menerbitkan surat perintah penangkapan.
Sejak namanya tersangkut kasus ini, total 11 kali Setnov dipanggil penyidik, baik sebagai tersangka maupun saksi. Dari keseluruhan, Ketua Umum Partai Golkar ini hanya hadir tiga kali sementara sisanya mangkir dengan berbagai alasan mulai dari klaim sakit hingga meminta KPK meminta persetujuan tertulis dari presiden jika ingin memeriksanya.
Ketua KPK Agus Rahardjo mengatakan, dalam kasus e-KTP Setnov memiliki peran dalam proses perencanaan dan pembahasan anggaran di DPR. Setnov juga diduga mengondisikan peserta maupun pemenang pengadaan barang dan jasa proyek e-KTP. Terkait hal tesebut, dalam surat perintah penangkapan ia didakwa melanggar Pasal 2 (1) Subsider Pasal 3 UU No. 31/1999 sebagaimana diubah dalam UU No. 20/2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.