Indeks literasi keuangan Indonesia tahun 2016 mencapai angka 29,66 persen. Meningkat 7,82 persen dibanding tahun 2013. Meski demikian, angka tersebut masih tergolong rendah. Hanya sekitar 29,66 persen dari total jumlah penduduk Indonesia yang paham tentang lembaga, produk dan jasa keuangan.
Rendahnya literasi keuangan bisa dilihat dari kasus investasi illegal. Selama 2013-2017, anggota dari lima lembaga investasi ilegal mengalami kerugian setidaknya Rp 14,45 triliun. Kelima lembaga tersebut yaitu First Travel, Dream for Freedom, Pandawa Group, Koperasi Cipaganti, dan PT Primaz.
Pemerintah Indonesia kemudian membuat Strategi Nasional Literasi Keuangan Indonesia (SNLKI) pada tahun 2017. Tujuannya, meningkatkan kesadaran individu tentang pentingnya jasa keuangan. Sebab, pengetahuan terkait lembaga, produk dan jasa keuangan akan meningkatkan kualitas pengambilan keputusan dan pengelolaan keuangan.
SNLKI dijabarkan lebih detil melalui tiga strategi nasional. Pertama, meningkatkan kesadaran dan pemahaman masyarakat. Kedua, mendorong masyarakat memiliki tujuan dan perencanaan keuangan. Ketiga, memperluas dan mempermudah akses keuangan. Tiga strategi ini juga sebagai upaya pemerintah menaikkan literasi keuangan Indonesia menjadi 35 persen di tahun 2019.