Koalisi Ruang Publik Aman (KRPA) mengumumkan hasil Survei Pelecehan Seksual di Ruang Publik. Sebanyak 62.224 responden mengikuti survei yang dilakukan pada 2018. Hasilnya, sebanyak 64 persen perempuan, 11 persen laki-laki, dan 69 persen gender lain pernah mengalami pelecehan seksual.
(Baca: Di Mana Kekerasan terhadap Perempuan Kerap Terjadi?)
Bentuk pelecehan di ruang publik juga beragam. Tindakan yang paling umum ditemukan adalah siulan atau suitan (17 persen), komentar tubuh (12 persen), disentuh (10 persen), main mata (9 persen), dan komentar seksis (7 persen).
(Baca: Pelecehan Seksual Paling Sering Terjadi di Bus, Jarang Dialami di Ojek)
“Itu adalah tanggung jawab orang sekitar atau saksi, bukan korban, untuk membantu mengintervensi atau menghentikan kejadian,” ujar Anindya Restuviani, Co-Director Hollaback! Jakarta sekaligus relawan KRPA di Jakarta, Rabu (17/11).
(Baca: Kebebasan Sipil di Indonesia Menurun pada Era Jokowi)
Pelecehan seksual terjadi karena beberapa faktor. Ketimpangan relasi kuasa berkaitan dengan kekerasan berdasarkan gender. Sehingga pelaku yang mayoritas adalah laki-laki merasa berhak melakukan pelecehan seksual pada perempuan. Selain itu, pelaku dengan perilaku seks menyimpang dan pengaruh lingkungan sosial, ditambah lagi minimnya peraturan dan penegakan hukum oleh aparat mendukung terjadinya pelecehan seksual.