Tyto Alba, Sahabat Petani

Tyto Alba KATADATA | Donang Wahyu
Penulis: Arsip
2/8/2014, 14.00 WIB

Petani di Desa Tlogoweru Kecamatan Guntur Kabupaten Demak, Jawa Tengah kini bisa tersenyum lebar. Keringat dan tenaga yang terbuang selama musim tanam hingga panen terbayar dengan layak. Pasalnya bulir-bulir padi dan jagung yang dihasilkan dari lahan mereka besar-besar, jumlahnya pun berlimpah. Kepahitan yang dulu sering dirasakan ketika musim panen datang, kinipun hilang. Sebelumnya, petani selalu saja merasakan hasil panen yang mengecewakan. Butir-butir jagung dan padi yang ditanam di lahan garapannya selalu habis dimakan hama tikus. Hampir setengah hasil panen selalu hilang dimakan hama tikus yang banyak terdapat di sawah dan ladang petani.

Hama tikus sulit untuk dikendalikan,karena pengendalian tikus pada umumnya dilakukan petani secara individu, tidak serempak dan tidak secara bersama-sama dalam satu hamparan/wilayah. Petani dalam mengendalikan hama tikus sering terlambat, bila sudah terjadi serangan hama tikus baru dilakukan pengendalian hama tikus.

Awalnya warga 'gopyokan' memburu tikus-tikus di sawah. "Setiap warga diwajibkan menyetor 15 ekor buntut tikus. Walhasil terkumpul 20 ribu ekor tikus tiap panen, namun itu juga tidak maksimal mengusir hama tikus," kata Soetedjo, Kepala Desa Tlogoweru.

Tikus mampu beradaptasi terhadap berbagai kondisi alam lingkungan (iklim, topografi, dan vegetasi). Binatang yang satu ini tidak menetap karena selalu berimigrasi dari suatu tempat ke tempat lain sesuai dengan ketersediaan bahan pangan. Ketika lahan sedang bero atau pada saat pengolahan tanah, tikus akan segera berpindah ke tempat lain yang tersedia bahan pangan untuknya.  Di tempat yang baru, tikus tersebut akan segera menyesuaikan diri dan membangun tempat tinggal. Perkembangan tikus secara umum mencapai puncaknya, pada saat makanan tersedia penuh, misalnya tersedianya bulir padi sampai masa panen.

Kini petani di desa ini tak lagi menitikan air mata. setelah si serak Jawa (Tyto Alba) atau dikenal sebagai burung hantu putih hadir ditengah-tengah mereka. Burung yang memiliki ukuran dewasa sekitar 34cm, serta wajah berbentuk jantung dengan warna putih dan tepian coklat. Ciri lainnya adalah metanya menghadap kedepan, bulu lembut, berwarna tersamar, bagian atas berwarna kelabu terang dengan sejumlah garis gelap dan bercak pucat tersebar pada bulu, juga tanda mengkilat pada sayap dan punggung.

Upaya penangkaran dan pengembangkan burung Hantu Tyto alba sebagai predator tikus, yang dilakukan oleh masyarakat membuahkan hasil yang menggembirakan. Lahan pertanian di sekitar desa Tlogoweru terjaga dari serangan hama tikus. Kerusakan yang diakibatkan oleh OPT tikus kurang dari 10 % setelah menggunakan Tyto alba, sedangkan sebelumnya kerusakan yang di akibatkan serangan hama tikus lebih dari 25 %. Hasil panen bisa optimal. Tidak hanya desa Tlogoweru, namun desa-desa di sekitar desa Tlogoweru juga merasakan manfaat dari hadirnya si Tyto Alba.

Kini Kehidupan ekonomi masyarakat desa meningkat.Bahkan banyak daerah kini mulai menimba ilmu dari Desa Tlogoweru, tentang bagaimana memanfaatkan kearifan alam. Proses pengentasan kemiskinan pun kini berjalan dengan sangat baik, karena daya beli dan kesejahteraan masyarakat meningkat sejak kehadiran Tyto Alba.

 

Foto & Teks: KATADATA | Donang Wahyu

Reporter: Donang Wahyu