Setelah matahari tergelincir beberapa waktu, massa dari sejumlah penjuru mulai bergerak menuju Jalan M.H Thamrin, Jakarta, Selasa (21/05/2019) . Mereka hendak “mengepung” kantor Badan Pengawas Pemilu. Para pendukung pasangan calon presiden Prabowo Subianto dan Sandiaga Uno ini hendak mengadu.
Mereka menuding proses pemilihan umum (Pemilu 2019) kali ini diselimuti kecurangan yang terstruktur, sistematis, dan massif. Karena itu, mereka menolak ketika Komisi Pemilihan Umum (KPU) memutuskan Joko Widodo dan Ma’ruf Amin sebagai pemenang Pilpres 2019. Kecuali saksi dari Partai Demokrat, semu partai koalisi Prabowo menampik rekapitulasi tersebut dini hari tadi.
Massa ini menamakan diri sebagai Gerakan Nasioan Kedaulatan Rakyat (GNKR). Sejatinya, ini baju baru dari ancaman gerakan people power yang dikobarkan kubu penantang petahana tersebut. Bahkan, Ketua Dewan Kehormatan PAN Amien Rais telah menyerukannya jauh hari sebelum proses pencoblasan pemilu digelar pada 17 April lalu.
Untuk mengantisipasi ekses buruk dari sekitar seribu massa tersebut, TNI dan Polri menetapkan status siaga satu di titik-titik penting, khususnya Kantor Bawaslu dan KPU. Mereka akan bersiaga hingga esok hari yang diperkirakan sebagai puncak aksi 22 Mei, jadwal semula pengumuman hasil pemilu oleh KPU.
(Baca: Hasil Rekapitulasi KPU: Jokowi-Ma'ruf Menangkan Pilpres 2019)
Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan menyebutkan, peristiwa yang terjadi saat ini sama seperti lima tahun lalu. Dia mengapresiasi Prabowo dan Sandiaga yang akhirnya hendak menempuh jalur hukum dan membawa masalah ini ke Mahkamah Konstitusi.
Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan HAM Wiranto juga meminta demonstrasi tidak menimbulkan kerugian atau pelanggaran hukum. Ia memastikan aparat mengakomodasi pengunjuk rasa jika ada alasan yang jelas serta laporan terkait asal, jumlah massa, tujuan, waktu, serta pemimpin demonstrasi.