Kasus Suap KPU, PDIP Diminta Tanggung Jawab Dorong Harun Serahkan Diri

ANTARA FOTO/Aditya Pradana Putra
Sekjen Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto menjawab pertanyaan wartawan di sela Rapat Kerja Nasional (Rakernas) I PDIP di Jakarta, Jumat (10/1/2020). Hasto membantah isu dirinya dijemput tim KPK di Perguruan Tinggi Ilmu Kepolisian (PTIK) terkait kasus suap yang menjerat kader PDIP Harun Masiku dan Komisioner nonaktif KPU Wahyu Setiawan.
12/1/2020, 13.26 WIB

Direktur Eksekutif Lingkar Madani Indonesia Ray Rangkuti meminta PDI Perjuangan agar mendorong Harun Masiku menyerahkan diri kepada Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Harun tengah terbelit dalam kasus dugaan suap terhadap komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU).

Hingga saat ini, keberadaan Harun belum diketahui. "PDIP dituntut segera mengimbau Harun Masiku untuk menyerahkan diri kepada Komisi Pemberantasan Korupsi," kata Ray saat ditemui di Jakarta, Sabtu (11/1).

Ia menilai, PDI Perjuangan sudah semestinya memiliki tanggung jawab moral untuk mendorong penyerahan diri Harun. Jika PDIP tak bertindak, situasi politik yang ada akan semakin rumit, apalagi menjelang Pilkada 2020.

Langkah tersebut, menurut Harun, juga untuk meredam dugaan bahwa partai berada di belakang suap tersebut. "Sehingga bisa mengurangi tepisan bahwa seolah-olah PDIP sebagai institusi yang berada di belakang semua ini," ujarnya.

(Baca: Suap Pergantian Anggota DPR, Aktivis Desak KPU Buka Notulensi Rapat)

KPK melakukan operasi tangkap tangan pada Rabu (8/1) lalu. Dari paparan KPK diketahui OTT terkait kasus suap penetapan anggota DPR pergantian antarwaktu dari fraksi PDI Perjuangan.

KPK menetapkan Komisioner KPU Wahyu Setiawan (WSE) dan politisi PDIP Harun Masiku (HAR) sebagai tersangka. Wahyu diduga meminta dana operasional Rp 900 juta untuk membantu penetapan Harun sebagai anggota DPR pengganti antarwaktu, menggantikan anggota legislatif terpilih yang meninggal dunia, Nazarudin Kemas.

Selain dua orang itu, KPK menetapkan dua tersangka lainnya, yaitu mantan anggota Badan Pengawas Pemilu atau orang kepercayaan Wahyu, Agustiani Tio Fridelina (ATF) dan Saeful (SAE) yang membantu Harun.

"Setelah melakukan pemeriksaan, KPK menyimpulkan adanya dugaan tindak pidana korupsi menerima hadiah atau terkait penetapan anggota DPR RI terpilih Tahun 2019-2024," ucap Wakil Ketua KPK Lili Pintauli Siregar saat jumpa pers di gedung KPK, Jakarta, Kamis (9/1).

(Baca: Soal Kasus Suap KPU, Hasto: Ada yang Framing Saya Terima Dana)

Lili menjelaskan Wahyu menerima suap dalam dua kali proses pemberian. Pertama, pada pertengahan Desember 2019, Wahyu mendapat Rp 400 juta melalui Agustiani, Doni (DON) advokat, dan Saeful. "WSE menerima uang dari dari ATF sebesar Rp 200 juta di salah satu pusat perbelanjaan di Jakarta Selatan," kata Lili.

Kemudian, pada akhir Desember 2019, Harun memberikan uang pada Saeful sebesar Rp 850 juta melalui salah seorang staf di DPP PDIP yang bernama Doni. "SAE memberikan uang Rp 150 juta pada DON. Sisanya Rp 700 juta yang masih di SAE dibagi menjadi Rp 450 juta pada ATF dan Rp 250 juta untuk operasional," kata Lili.

Uang yang diterima Agustiani sebesar 450 juta diperuntukkan untuk Wahyu, namun masih disimpan oleh Agustiani. Saat operasi tangkap tangan, uang ini yang ditemukan penyidik KPK.