Impor Naik Saat Natal, Neraca Dagang Desember Diramal Defisit Rp 13 T

Aktifitas bongkar muat kontainer di PT Jakarta International Container Terminal (JICT), Pelabuhan Tanjung Priok, Jakarta. Sejumlah ekonom memproyeksikan neraca dagang Indonesia masih defisit pada Desember 2019.
Editor: Ekarina
15/1/2020, 09.16 WIB

Badan Pusat Statistik (BPS) akan mengumumkan data neraca perdagangan RI siang ini. Sejumlah ekonom memproyeksikan neraca dagang dalam negeri periode Desember 2019 masih mengalami defisit akibat meningkatnya impor barang menjelang Natal dan Tahun Baru. 

"Neraca perdagangan Desember 2019 diperkirakan defisit US$ 970 juta atau sekitar Rp 13,2 triliun," kata Kepala Ekonom Bank Negara Indonesia Tbk Ryan Kiryanto melalui pesan singkatnya kepada katadata.co.id, Rabu (15/1).

Dia memperkirakan, impor Desember 2019 bakal mencapai US$ 15,37 miliar, naik 0,07% dari periode sama tahun lalu sebesar US$ 15,36 miliar. Peningkatan impor Desember salah satunya dipicu oleh kenaikan impor non migas, khususnya barang-barang konsumsi untuk kebutuhan Natal dan Tahun Baru.

(Baca: BI Perkirakan Neraca Dagang Desember 2019 akan Surplus)

Sedangkan ekspor Desember, diperkirakan berada di kisaran US$ 14,42 miliar, tumbuh 0,94% dibanding Desember 2018 yang sebesar US$ 4,29 miliar. Kenaikan ekspor lebih banyak didukung oleh meningkatnya harga komoditas sawit dan timah.

Meski begitu, Ryan menuturkan, ekspor maupun impor Indonesia hanya naik tipis dibanding tahun lalu sejalan dengan kondisi ketidakpastian global.

"Permintaan ekspor masih terbatas akibat perlambatan ekonomi dunia dan perang dagang yang masih berlanjut, serta kondisi manufaktur Indonesia masih menurun," ucap dia.

Dengan posisi tersebut, dirinya memprediksi defisit neraca perdagangan pada 2019 diperkirakan sebesar US$ 4,07 miliar. Kendati defisit, angkanya menngecil baik dibanding posisi tahun 2018 yang sebesar US$ 8,69 miliar.

Sementara itu, Ekonom Permata Bank Josua Pardede memprediksi, neraca perdagangan  Desember 2019 mengalami defisit US$ 410 juta. "Defisit perdagangan dipengaruhi oleh kecenderungan musiman impor yang tinggi pada bulan Desember," ujar Josua melalui pesan singkatnya kepada katadata.co.id.

Josua menyatakan, kinerja ekspor bulan lalu sebenarnya cenderung meningkat dibandingkan bulan sebelumnya seiring dengan harga komoditas ekspor yang mulai membaik.

Menurutnya, kenaikan ekspor diperkirakan mencapai 0,74% secara tahunan, didorong oleh kenaikan rata-rata harga komoditas sepanjang Desember. "Seperti CPO yang naik 15,95% secara bulanan dan karet alam yang naik 6,03% dari bulan November 2019," kata dia.

Selain kenaikan harga komoditas, volume eskpor pun diperkirakan meningkat seiring naiknya aktivitas manufaktur dari seluruh mitra dagang Indonesia seperti Euro Zone, Tiongkok, Jepang, India dan ASEAN.

(Baca: Menko Ekonomi: Perbaikan Neraca Dagang Butuh Waktu hingga 3 Tahun)

Sementara itu, laju impor diperkirakan naik menjadi 4,73% secara tahunan dibandingkan bulan lalu, meskipun secara bulanan impor diperkirakan akan cenderung lebih rendah dibandingkan bulan sebelumnya.

Hal ini menurutnya disebabkan naiknya harga minyak sebesar 10,68%, sehingga mendorong kenaikan impor migas secara bulanan. Namun, hal ini tertutupi oleh kontraksi dari impor non-migas akibat aktivitas industri manufaktur Indonesia yang masih melemah.

Reporter: Agatha Olivia Victoria