Direktorat Jenderal Pajak kembali menemukan kasus pajak fiktif yang dilakukan korporasi yakni PT Gemilang Sukses Garmindo. Dari tindak pidana tersebut, negara berpotensi kehilangan penerimaan mencapai Rp 27 miliar.
Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jakarta Barat Erna Sulistyowati menjelaskan, indikasi fraud atas pelaporan Surat Pemberitahuan atau SPT Wajib Pajak ini ditemukan dari sistem pengawasan terintegrasi. Perusahaan dituduh melanggar Undang - Undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan lantaran menyampaikan SPT Masa Pajak Pertambahan Nilai atau PPN menggunakan faktur pajak tidak berdasarkan transaksi sebenarnya.
"Dari kasus ini potensi kerugian negaranya Rp 27 miliar," kata Erna dalam Konferensi Pers di Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta, Senin (10/2).
(Baca: Diprotes Pengusaha, Dirjen Pajak: Kami Cari Penerimaan Tidak Ngawur)
Potensi kerugian tersebut sudah termasuk denda sebesar 400% yang dikenakan akibat ulah nakal perusahaan. Selain tak melaporkan SPT sesuai transaksi sebenarnya, perusahaan juga memohon restitusi PPN untuk memperoleh keuntungan.
"Sehingga kami juga menyelamatkan Rp 9 miliar dari usaha percobaan retitusi yang sempat dilakukan perusahaan tersebut," ucap dia.
Adapun Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jakarta Barat memberikan jatah restitusi sebesar Rp 400 miliar kepada 11 unit kerjanya dalam setahun.
(Baca: Ditjen Pajak Usul Sanksi Pidana Perpajakan Ditambah)
Asisten Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Tinggi Negeri DKI Jakarta Siswanto menyebut, pihaknya akan segera menindaklanjuti kasus ini. "Kami akan koordinasi untuk melakukam penyerahan berkas perkara yang selanjutnya akn dibawa ke Pengadilan Negeri Jakarta Barat," ujar Siswanto dalam Konferensi Pers yang sama.
Perusahaan yang bergerak di bidang garmen ini akan dijatuhi hukuman usai diproses dalam persidangan. Adapun hukuman yang diberikan kepada wajib pajak badan hanya akan berupa denda. .
Hukuman tersebut termuat dalam pasal 39A UU Nomor 28 Tahun 2007 tentang Perubahan Ketiga atas UU Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Denda yang dikenakan pada pelanggar paling sedikit 2 kali dan paling banyak 6 kali dari jumlah pajak dalam faktur pajak, bukti pemungutan pajak, bukti pemotongan pajak, dan/atau bukti setoran pajak.