Kementerian Keuangan berencana mengenakan cukai pada produk minuman berpemanis, plastik, hingga kendaraan bermotor berdasarkan emisi karbondioksida. Dari tambahan objek cukai tersebut, tambahan penerimaan negara berpotensi mencapai Rp 23,55 triliun.
Meski mendatangkan penerimaan, Menteri Keuangan Sri Mulyani menyatakan pengenaan cukai dilakukan guna membatasi konsumsi masyarakat terhadap barang-barang tersebut. Pada produk minuman berpemanis, alasan kesehatan menjadi tujuan utama pengenaan cukai.
"Diabetes adalah salah satu penyakit yang paling tinggi terjadi dan terus tumbuh" kata Sri Mulyani dalam paparannya di Gedung Dewan Perwakilan Rakyat atau DPR, Jakarta, Rabu (19/2).
Cukai akan dikenakan kepada minuman mengandung pemanis, gula maupun pemanis buatan yang siap untuk dikonsumsi maupun konsentrat yang dikemas dalam bentuk penjualan eceran dan konsumsinya masih memerlukan proses pengenceran.
(Baca: Obral Diskon Pajak dalam Omnibus Law dan Risiko Utang Negara)
Adapun penetapan tarif akan dilakukan berdasarkan kandungan gula dan pemanis buatan. Sri Mulyani mengusulkan tarif cukai Rp 1.500 per liter untuk produk teh kemasan dan Rp 2.500 per liter untuk minuman berkarbornasi dan minuman lainnya seperti kopi, minuman berenergi, serta minuman yang mengandung konsentrat.
Dengan tarif tersebut, negara berpotensi mendapat penerimaan negara sebesar Rp 6,25 triliun. "Cukai akan dikecualikan untuk produk yang sederhana, terbuat dari madu dan jus sayur tanpa tambahan gula, dan barang eskpor, maupun barang yang sudah rusak," ucap dia.
Kendaraan bermotor yang menghasilkan emisi karbondioksida juga diusulkan terkena tarif cukai. Cukai akan dikecualikan pada kendaraan yang tak menggunakan bahan bakar minyak, kendaraan pemerintah, kendaraan khusus seperti ambulans, dan kendaraan yang akan diekspor.
(Baca: Didesak DPR, Sri Mulyani Tak Mau Batalkan Kenaikan Iuran BPJS)
Adapun tarifnya akan spesifik berdasarkan emisi karbondioksida yang dihasilkan dan aspek keseimbangan dan keadilan. "Cukainya diberikan pada pabrik, bukan pengguna. Jadi setiap produsen harus membayar," ujarnya.
Potensi penerimaan negara atas cukai kendaraan motor tersebut mencapai Rp 15,7 triliun. Jumlah tersebut dengan asumsi nilai potensi penerimaan cukai emisi kendaraan bermotor sekurang-kurangnya sama dengan nilai penerimaan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagai konsekuensi shifting.
Selain minuman kemasan dan kendaraan bermotor, Sri Mulyani juga masih mengharapkan DPR dapat menyetujui pengenaan cukai plastik.
Dengan pengenaan cukai plastik Rp 200 per lembar dan asumsi konsumsi 53 juta kilogram plastik per tahun, negara berpotensi memperoleh penerimaan sebesar Rp 1,6 triliun. Adapun setelah pengenaan cukai, konsumsi plastik diperkirakan turun 50%.