Rupiah Anjlok Akibat Corona, Operator Telekomunikasi Minta Insentif

ANTARA FOTO/Bayu Pratama S
Teknisi melakukan perawatan perangkat Mobile Base Transceiver Station (M-BTS) milik XL Axiata di kawasan Sekumpul, Martapura, Kabupaten Banjar, Kalimantan Selatan, Kamis (13/2/2020). Pemeliharaan dilakukan untuk mendukung kelancaran jaringan telekomunikasi dan data pada agenda “Haul Guru Sekumpul ke-15” yang puncaknya akan berlangsung pada 1 Maret 2020.
Editor: Pingit Aria
29/3/2020, 11.18 WIB

Pemerintah memberikan stimulus fiskal berupa penundaan pembayaran pajak penghasilan impor atau PPh pasal 22 selama 6 bulan untuk 19 sektor usaha. Kebijakan ini untuk membantu industri yang terkena dampak pandemi corona. Di sisi lain, para pelaku usaha telekomunikasi juga berharap memperoleh insentif sama dari pemerintah. 

Alasannya, nilai tukar rupiah merosot hingga kisaran Rp 16 ribu per dolar Amerika Serikat (AS). Kondisi tersebut turut memukul beberapa sektor usaha yang mengeluarkan biaya dalam dolar AS, termasuk sektor telekomunikasi.

"Pada prinsipnya kami mendukung relaksasi pajak demi kesehatan industri ke depannya," kata Group Head Communication XL Axiata Tri Wahyuningsih kepada Katadata.co.id Sabtu (28/3).

Hal senada diungkapkan oleh Wakil Presiden Direktur Hutchinson Tri Indonesia Danny Buldansyah. Menurutnya, komponen biaya Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP)  yang dikenakan pada industri telekomunikasi dirasa memberatkan dalam situasi ini. "Terutama ketika ada inisiatif tambahan dari pemerintah yg mengharuskan kami mengeluarkan investasi tambahan," ujar dia kepada Katadata.co.id, Sabtu (28/3).

(Baca: Kominfo Pakai Data Pergerakan Ponsel untuk Deteksi Kerumunan Warga)

Dengan diberikannya keringanan pajak, menurut Danny, industri telekomunikasi jadi lebih sehat. "Dampaknya kami bisa melakukan investasi tambahan," ujar dia.

Diketahui, saat ini sektor telekomunikasi dibebani biaya PNBP berupa Biaya Hak Penyelenggaraan (BPH) 0,5% dan kontribusi USO 1,25%. Masing-masing diperhitungkan dari pendapatan kotor.

Sebelumnya, untuk memitigasi dampak negatif yang lebih besar terhadap perekonomian akibat pandemi corona, pemerintah, BI, dan OJK telah mengumumkan stimulus. Untuk stimulus fiskal, ada penundaan pembayaran pajak penghasilan impor atau PPh pasal 22 selama 6 bulan. 

Meski demikian, relaksasi ini diberikan kepada 19 sektor tertentu, sedangkan sektor telekomunikasi tidak masuk di dalamnya. Total besaran penundaan pajak ini mencapai Rp 8,15 triliun.

Ketua Umum Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) Jamalul Izza mengaku mengapresiasi langkah pemerintah yang menyiapkan relaksasi untuk 19 bidang usaha. Meski begitu menurut APJII, semestinya industri telekomunikasi juga mendapatkan keringanan serupa.

(Baca: Ditopang Efek Stimulus AS, IHSG Meroket 7% hingga Tembus Level 4.000)

Sebab, sektor telekomunikasi dianggap punya peranan penting dalam mendukung kebijakan pemerintah yang mengimbau masyarakat untuk belajar dan bekerja dari rumah. Selain itu, dalam Peraturan Presiden Nomor 96 Tahun 2014 sektor telekomunikasi juga menjadi tulang punggung guna mendukung transformasi digital menuju Indonesia 4.0.

"APJII berharap pemerintah perlu memikirkan industri telekomunikasi untuk mendapatkan paket kebijakan insentif pajak tersebut," kata dia dalam siaran pers beberapa waktu lalu (25/3).

APJII telah mengirimkan surat kepada Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Republik Indonesia memohon agar mempertimbangkan insentif perpajakan bagi perusahaan Internet Service Provider (ISP) di tengah pandemi corona. 

Reporter: Fahmi Ahmad Burhan