Defisit APBN Maret Hanya 0,45%, Sri Mulyani: Dampak Corona pada April

ANTARA FOTO/Rivan Awal Lingga
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati menjelaskan posisi APBN pada Maret 2020 belum sepenuhnya menggambarkan dampak pandemi virus corona.
17/4/2020, 13.02 WIB

Kementerian Keuangan mencatat defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara hingga Maret 2020 mencapai Rp 76,4 triliun atau 0,45% terhadap PDB. Menteri Keuangan Sri Mulyani menyebut, posisi APBN pada bulan lalu belum mencerminkan dampak pandemi virus corona. 

"Posisi APBN Maret ini adalah rekaman kegiatan ekonomi hingga Februari yang tercatat pada Maret, ini belum memberikan gambaran aktivitas ekonomi Maret dan baru akan terlihat April," ujar Sri Mulyani Indrawati dalam konferesi video di Jakarta, Jumat (17/4).

Kasus positif virus corona pertama kali diumumkan di Indonesia pada awal Maret. Langkah-langkah pembatasan sosial pun untuk mencegah penyebaran virus pada bulan lalu.

Sri Mulyani menjelaskan, defisit anggaran terjadi karena realisasi belanja lebih besar dibanding penerimaan negara. "Belanja negara tumbuh 0,1%, sebab belanja kementerian/lembaga naik cukup tajam 11%," ujar Menteri Keuangan 

Adapun realisasi belanja negara mencapai Rp 452,4 triliun, atau 17,8% dari target. Belanja negara terdiri atas  belanja pemerintah pusat sebesar Rp 277,9 triliun dan transfer ke daerah dan dana desa sebesar Rp 174,5 triliun.

Belanja pemerintah pusat tumbuh 6,6% atau mencapai 16,5% dari target. Ini terdiri dari Rp 143 triliun belanja k/l dan Rp 134,9 triliun belanja non k/l.

Belanja k/l berhasil tumbuh cukup tinggi yakni 11%, atau telah mencapai 15,7% dari APBN. Sedangkan belanja non k/l hanya tumbuh 2,2%, atau 17,4% dari target.

(Baca: Ekonomi Tiongkok Kuartal I Minus 6,8%, Kontraksi Pertama Sejak 1976)

TKDD terkontraksi sebesar 8,8% pada periode Maret 2020. "Ada beberapa daerah yang belum selesaikan administrasinya, maka itu transfer ke daerah masih ada hambatan," kata dia.

Sementara itu, realisasi pendapatan negara mencapai Rp 375,9 triliun hingga Maret 2020 atau masih tumbuh 7,7% dibanding periode yang sama tahun lalu. Angka tersebut merupakan 16,8% dari target APBN. "Namun melonjaknya pendapatan kali ini disebabkan oleh pembayaran dividen oleh Bank BUMN yang melakukan RUPS lebih awal," ucap dia.

Total pendapatan negara tersebut terdiri dari Rp 375,9 triliun pendapatan dalam negeri dan Rp 100 Miliar penerimaan hibah. Pendapatan dalam negeri terdiri atas Rp 279,9 triliun penerimaan perpajakan dan Rp 96 triliun penerimaan negara bukan pajak (PNBP).

(Baca: Bantu Atasi Covid-19, Gaji dan THR Pegawai dan Pejabat OJK Dipotong)

Penerimaan perpajakan hanya tumbuh 0,4% dan baru mencapai 15% dari target pemerintah. Adapun penerimaan perpajakan terdiri dari Rp 241,5 triliun penerimaan pajak termasuk Pph Migas dan Rp 38,3 triliun penerimaan bea dan cukai.

Sementara PNBP berhasil tumbuh 36,8% pada periode kali ini. "Ini hanya sementara karena pembayaran dividen tadi sehingga bukan pemasukan yang akan berkala hingga akhir tahun," ujarnya.

Dengan demikian keseimbangan primer tercatat negatif Rp 2,6 triliun. Kemudian pembiayaan anggaran telah mencapai Rp 74,2 triliun, kontraksi 58,3% dan merupakan 24,2% dari target APBN.

Reporter: Agatha Olivia Victoria