OJK Blokir 47 Ribu Rekening Terkait Penipuan Online, Kerugian Dilaporkan Rp2,6 T

ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso/rwa.
Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi dan Pelindungan Konsumen OJK Friderica Widyasari Dewi di Kantor OJK, Jakarta, Selasa (11/3/2025).
Penulis: Ira Guslina Sufa
25/5/2025, 12.42 WIB

Otoritas Jasa Keuangan menerima adanya laporan dugaan penipuan online yang melibatkan 208.333 rekening. Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Pelindungan Konsumen OJK,  Friderica Widyasari Dewi, mengatakan dari jumlah itu sebanyak 47.891 rekening telah diblokir. 

Menurut Friderica saat ini OJK bersama anggota Satuan Tugas Pemberantasan Aktivitas Keuangan Ilegal (Satgas PASTI) yang didukung oleh asosiasi industri perbankan dan sistem pembayaran, telah membentuk Indonesia Anti-Scam Centre (IASC) atau Pusat Penanganan Penipuan Transaksi Keuangan menangani berbagai laporan penipuan online di sektor jasa keuangan. 

“IASC akan terus meningkatkan kapasitasnya mempercepat penanganan kasus penipuan di sektor keuangan,” ujar Friderica seperti dikutip Minggu (25/5). 

Berdasarkan data OJK, sampai dengan 23 Mei 2025, IASC telah menerima 128.281 laporan. Sebanyak 85.120 laporan disampaikan oleh korban melalui Pelaku Usaha Sektor Keuangan yang kemudian dimasukkan ke dalam sistem IASC. 

Sedangkan 43.161 laporan langsung dilaporkan oleh korban ke dalam sistem IASC. Sejauh ini, total kerugian dana yang telah dilaporkan sebesar Rp 2,6 triliun dan total dana korban yang sudah diblokir sebesar Rp 163 miliar.  

Berdasarkan data pengaduan yang diterima oleh IASC terdapat 5 besar jenis pengaduan yang  terdiri dari penipuan transaksi belanja (Jual Beli Online), penipuan mengaku pihak lain (Fake Call), penipuan investasi, penipuan penawaran kerja, dan penipuan mendapatkan hadiah. Meski demikian ia mengatakan belum ada laporan terkait penyalahgunaan AI dalam mengakses layanan keuangan.

Kejahatan Sektor Keuangan Makin Kompleks

Pada kesempatan serupa, Friderica mengatakan kejahatan di sektor perbankan saat ini semakin kompleks, terutama dengan meningkatnya pemanfaatan teknologi digital. Berbagai modus penipuan seperti phishing, rekayasa sosial (social engineering), skimming, carding, hingga pembajakan akun melalui teknik SIM swap semakin sering terjadi.

Ia juga menyorot maraknya penipuan investasi dan pinjaman fiktif yang mengatasnamakan institusi keuangan resmi. Juga ada fenomena arisan online ilegal yang menjanjikan imbal hasil tinggi dalam waktu singkat. 

“Arisan online semacam ini sering menyasar kelompok rentan seperti ibu rumah tangga dan generasi muda, dengan memanfaatkan rasa percaya antarpeserta sebagai celah untuk menjalankan skema piramida atau ponzi,” ujar perempuan yang akrab disapa Kiki. 

Ia mengatakan, meskipun bank telah menerapkan sistem keamanan berlapis dan memastikan kepatuhan terhadap regulasi perlindungan data pribadi, kejahatan tetap dapat terjadi jika nasabah tidak waspada atau lalai menjaga kerahasiaan informasi pribadinya. Risiko semakin tinggi karena pelaku kejahatan digital semakin canggih, dan banyak masyarakat yang masih belum memiliki literasi digital serta keuangan yang memadai. 

Menurut Kiki, perlindungan konsumen di sektor jasa keuangan tidak hanya menjadi tanggung jawab lembaga keuangan, tetapi juga memerlukan regulasi yang adaptif serta kolaborasi lintas sektor untuk menanggulangi berbagai bentuk kejahatan secara menyeluruh. OJK pun telah menerbitkan POJK No. 22 Tahun 2023 tentang Pelindungan Konsumen dan Masyarakat di Sektor Jasa Keuangan, yang mengedepankan tujuh prinsip perlindungan konsumen. 

Beberapa aspek yang menjadi perhatian dalam POJK ini adalah pelindungan data pribadi, transparansi, serta penyelesaian pengaduan. Regulasi ini juga memberikan OJK kewenangan untuk melakukan pembelaan hukum bagi konsumen yang dirugikan. 

Di sisi lain, OJK gencar melakukan edukasi dan peningkatan literasi keuangan melalui media sosial, kampanye publik, serta kerja sama dengan lembaga pendidikan dan komunitas lokal. Salah satu fokus utama edukasi adalah meningkatkan kewaspadaan terhadap penipuan digital, termasuk arisan online ilegal, agar masyarakat lebih siap menghadapi risiko di era keuangan digital yang terus berkembang.

Baca artikel ini lewat aplikasi mobile.

Dapatkan pengalaman membaca lebih nyaman dan nikmati fitur menarik lainnya lewat aplikasi mobile Katadata.