Stanchart Diperiksa Soal Transfer Dana Orang Indonesia Terkait Militer

Arief Kamaludin|KATADATA
Dolar
7/10/2017, 12.27 WIB

Regulator di Eropa dan Asia tengah melakukan investigasi terhadap Standard Chartered Plc atas transfer dana janggal sebesar US$ 1,4 miliar dari daerah kekuasaan Inggris, Guernsey ke Singapura pada akhir 2015. Kebanyakan dana tersebut merupakan milik nasabah Indonesia, beberapa terkait militer.

Mengacu pada Bloomberg, bank menggelar pemeriksaan dan melaporkan kepada regulator lantaran adanya kecurigaan dari beberapa staf bank mengenai transfer tersebut. Sebab, transfer dilakukan jelang diberlakukannya oleh Guernsey kesepakatan global: pertukaran informasi secara otomatis terkait pajak. Muncul dugaan, transfer untuk menghindari pajak.

Financial Times menyebutkan staf bank khawatir transfer yang dilakukan oleh sejumlah nasabah Indonesia tersebut sebetulnya memerlukan pemeriksaan lebih rinci karena berkaitan dengan militer. Apalagi, total asetnya mencapai puluhan juta dolar dan tidak sejalan dengan pendapatan tahunannya yang hanya puluhan ribu dolar. (Baca juga: Teken Perjanjian, Singapura Akhirnya Siap Buka Data Rekening WNI)

Investigasi dikabarkan tengah dilakukan oleh bank sentral Singapura yaitu Monetary Authority of Singapura (MAS) dan otoritas keuangan Guernsey yaitu Guernsey’s Financial Service Commission. Sementara itu, regulator keuangan di Inggris yaitu UK Financial Conduct Authority (FAC) disebut-sebut mengetahui aktivitas transfer tersebut tapi belum melakukan pengkajian.

Sejauh ini, belum ada pernyataan resmi dari Standard Chartered dan regulator terkait mengenai proses investigasi tersebut. Juru bicara Standard Chartered, regulator Guernsey, MAS, dan FCA menolak memberikan komentar. 

Menurut informasi, regulator tengah memeriksa penanganan transfer tersebut di Standard Chartered. Namun, regulator belum bisa menyimpulkan apakah ada dugaan kolusi antara staf bank dengan nasabah untuk menghindari pajak. Adapun Standard Chartred berhenti beroperasi di Guernsey pada 2016 lalu. (Baca juga: Sri Mulyani: Akhir Era Kerahasiaan, Rekening WNI di Swiss Bisa Diakses)

Kasus ini menjadi pukulan berat bagi Chief Executive Officer (CEO) Bill Winters yang memimpin bank asal Inggris tersebut sejak pertengahan 2015. Dalam dua tahun terakhir, Winters menghadapi berbagai problem, dari mulai kasus pelanggaran terhadap sanksi Amerika Serikat (AS) atas Iran hingga tuduhan suap di Indonesia.

Tahun lalu, Winters memperkenalkan kode etik yang lebih ketat dan mengatakan bahwa staf senior telah melanggar peraturan etika dan menganggap diri mereka di luar jangkauan hukum.

Sekarang ini, Standard Chartered tengah berada di bawah pantauan pengawas independen hingga Desember 2018 sebagai dampak dari penangguhan tuntutan oleh AS pada 2012 lalu. Bank telah membayar kompensasi hampir US$ 1 miliar karena terlibat kesepakatan dengan Iran dan gagal meningkatkan sistem anti pencucian uang-nya.

Jika melakukan pelanggaran besar lagi, bank terancam terkena denda lebih lanjut bahkan kehilangan lisensi perbankan di AS.