Pandemi virus corona dipandang bukan alasan untuk membatalkan kewajiban pembayaran cicilan pemegang polis asuransi Jiwasraya. Hal ini diutarakan oleh pengamat asuransi Irvan Rahardjo.
Menurutnya, dalam tekanan ekonomi yang sangat berat imbas virus corona, Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dan PT Asuransi Jiwasraya harus memegang komitmennya.
"Tentu dalam tekanan ekonomi yang sangat berat akibat corona dan dengan segala konsekuensinya, tetap harus jadi komitmen untuk tetap selesaikan soal Jiwasraya," kata Irvan , Jumat (27/3).
Pasalnya, kasus Jiwasraya sudah terjadi jauh sebelum pandemi virus corona. Sejak terungkap ke publik tahun 2018 lalu, penanganan kasus Jiwasraya dipandang Irvan, terlalu lama. Ia pun menilai, lamanya penanganan ini merupakan bukti kegagalan pemerintah.
Dalam melakukan pembayaran cicilan, Kementerian BUMN perlu melakukan rapat dengan panitia kerja (Panja) DPR. Meski tidak bisa tatap muka, karena pandemi virus corona, namun secara teknis menurut Irvan tetap bisa dilakukan dengan video call.
Irvan menilai, komitmen ini tetap perlu dilaksanakan, sebab Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) sudah jelas menyetujui skema pendanaan untuk membayar cicilan tersebut. Opsi yang paling memungkinkan adalah melalui bail in yang tidak membutuhkan suntikan APBN.
"Yang harus ditempuh ya bail in. Restrukturisasi dan bail itu kan aksi korporasi," katanya.
(Baca: Faisal Basri Sebut Pemerintah Terlalu Meremehkan Masalah Jiwasraya)
Bahkan, ia menilai opsi pendanaan bisa datang dari bank mitra penjualan produk JS Saving Plan, dengan melakukan bail out. Pasalnya, bank mitra seperti Hana Bank, sejatinya turut bertanggung jawab karena sudah menjual produk-produk tersebut
Argumen Irvan adalah bank mitra tersebut melakukan praktik penjualan yang menyesatkan, yakni misspricing, karena menawarkan bunga yang tetap.
Sebelumnya, Kementerian BUMN memastikan bahwa Jiwasraya bakal membayarkan cicilan untuk pemegang polis mulai akhir Maret 2020. Sumber dana yang digunakan berasal dari penjualan aset-aset milik Jiwasraya.
"Penjualan aset tetap maupun penjualan aset keuangan," kata Wakil Menteri BUMN Kartika Wirjoatmodjo ketika ditemui di Jakarta, Rabu (11/3).
Tiko, sapaan akrabnya, mengatakan salah satu aset tetap yang dijual adalah, pusat perbelanjaan Cilandak Town Square (Citos). Berdasarkan laporan keuangan 2017, nilai aset properti Jiwasraya sebesar Rp 6,55 triliun, dan Citos salah satunya.
Namun, tenggat waktu pembayaran cicilan polis tahap pertama sudah semakin dekat, sementara penjualan aset properti tidak mudah. Untuk itu, Jiwasraya akan menjual beberapa aset yang lebih likuid lagi berupa aset keuangan.
(Baca: Jiwasraya Jual Aset, Termasuk Mal Citos, untuk Lunasi Dana Nasabah)
"Ada beberapa. Jiwasraya memang ada aset likuid yang bisa dijual seperti obligasi," kata Tiko.
Sementara, salah satu nasabah Jiwasraya, Machril (66) mengatakan, suntikan modal dari pemerintah bisa digunakan jiwasraya untuk membayar cicilan kepada pemegang polis.
Salah satu kabar yang beredar, opsi yang disiapkan adalah suntikan modal dari pemerintah, berupa Penyertaan Modal Negara (PMN), senilai Rp 15 triliun dan opsi likuidasi.
Opsi penyuntikan PMN ia pandang relatif cepat, mengingat Menteri BUMN Erick Thohir, berjanji untuk membayarkan cicilan kepada nasabah mulai akhir Maret 2020.
"Jelas kami lebih memilih opsi PMN daripada likuidasi, meski harus menunggu 2021. Tapi Kami inginnya agar solusi ini lebih cepat," kata Machril, Selasa (3/3).
(Baca: Nasabah Tuntut Pemerintah Suntik Modal untuk Selamatkan Jiwasraya)