OJK Beri Keringanan Asuransi, Leasing, dan Dapen, Berikut Rinciannya

Agung Samosir | Katadata
Ilustrasi. OJK memberikan kelonggaran bagi industri keuangan nonbank untuk menghadapi dampak pandemi corona.
Penulis: Agustiyanti
31/3/2020, 06.15 WIB

Otoritas Jasa Keuangan memberikan kelonggaran bagi perusahaann industri keuangan nonbank guna menghadapi dampak pandemi corona. Relaksasi diberikan pada perusahaan di sektor pembiayaan (leasing), asuransi, hingga dana pensiun.

Kelonggaran aturan tersebut termuat dalam tiga surat edaran OJK yang diteken Kepala Eksekutif Pengawas Keuangan Nonbank Riswinandi pada Senin (30/3). Relaksasi diberikan dalam bentuk perpanjangan batas waktu penyampaian laporan berkala bagi industri pembiayaan, asuransi, dan dana pensiun. Proses uji kepatutan dan kelayakan pihak utama bagi pelaku industri keuangan nonbank juga dapat dilakukan melalui konferensi video.

Kelonggaran secara khusus juga diberikan pada perusahaan pembiayaan. Bentuknya  berupa penetapan kualitas pembiayaan bagi debitur yang terkena dampak penyebaran Covid-19 dengan plafon paling banyak Rp 10 miliar yang dapat didasarkan pada ketepatan pembayaran pokok dan/atau bunga.

Adapun perusahaan pembiayaan dalam penetapan restrukturisasi debitur yang terdampak penyebaran Covid-19 dapat mempertimbangkan beberapa hal. Pertama, proses dan kebijakan restrukturisasi dari pemberi pinjaman bagi yang memiliki sumber pendanaan executing.

Kedua, proses dan kebijakan restrukturisasi dari pemilik dana, jika pembiayaan menggunakan joint financing atau channeling. Ketiga, permohonan restrukturisasi dari debitur yang terdampak Covid-19.

(Baca: Lima Poin Penting dalam Kebijakan Keringanan Kredit Bank dan Leasing)

Keempat, penilaian kebutuhan dan kelayakan restrukturisasi dari perusahaan pembiayaan. Kelima, kualitas pembiayaan debitur yang terdampak Covid-19 yang direstrukturisasi dapat ditetapkan lancar. Keenam, perusahaan pembiayaan dapat memberikan pembiayaan baru bagi debitur yang terdampak dengan analisis yang memadai.

Pada perusahaan asuransi, kelonggaran diberikan OJK dalam bentuk perhitungan tingkat solvabilitas. Pertama, aset investasi berupa obligasi korporasi dan sukuk atau obligasi syariah yang tercatat di Bursa Efek, serta surat berharga negara dan surat berharga syariah negara dapat dinilai berdasarkan nilai perolehan yang diamortisasi.

Kedua, pembatasan atas aset yang diperkenankan dalam bentuk investasi pada tagihan penutupan langsung diperpanjang dari dua bulan menjadi empat bulan sejak jatuh tempo pembayaran. Ini berlaku termasuk bagi tagihan kontribusi koasuransi, tagihan kontribusi reasuransi, dan tagihan ujrah reasuransi.

Namun, kelonggaran tersebut berlaku sepanjang perusahaan asuransi dan reasuransi memberikan perpanjangan batas waktu kepada pemegang polis selama empat bulan dan hanya berlaku untuk tagihan premi atau kontribusi sejak Februari 2020.

(Baca: MTF Beri Keringanan Pembayaran Angsuran untuk Debitur Terdampak Corona)

Ketiga, aset yang tumbul dari kontrak sewa pembiayaan dapat diakui sebagai aset yang diperkenankan maksimum sebesar liabilitas yang timbul dari kontrak sewa pembiayaan.

Sementara pada perusahaan dana pensiun, kelonggaran diberikan dalam bentuk perhitungan rasio pendanaan bagi dana pensiun dengan manfaat pasti dalam dua hal.

Pertama, aset berupa obligasi korporasi dan sukuk atau obligasi syariah yang tercatat di Bursa Efek, serta surat berharga negara dan surat berharga syariah negara dapat dinilai berdasarkan nilai perolehan yang diamortisasi. Ini berlaku sepanjang tak menyebabkan kualitas pendanaan dana pensiun menjadi lebih tinggi dari kualitas pendanaan pada valuasi aktuaria sebelumnya.

(Baca: Pendapatan Gudang Garam Lampaui Sampoerna pada Tahun Lalu)

Kedua, pelaksanaan ketentuan life cycle fund oleh dana pensiun yang menyelenggarakan program pensiun. Dua hingga lima tahun lagi masa pensiun dapat ditunda paling lama satu tahun.

Riswinandi menekankan penerapan kebijakan countercyclical pada ketiga industri keuangan tersebut harus dilaksanakan dengan tetap memperhatikan penerapan prinsip kehati-hatian, manajemen risiko, dan tata kelola yang baik.

OJK pun dapat menerapkan kebijakan lebih ketat dalam pengawasan individual perusahaan. "Kebijakan countercyclical ini mulai berlaku pada 30 Maret 2020," tulis Riswinandi dalam ketiga surat edaran bagi para pelaku industri keuangan nonbank.