BEI Klaim Kebijakannya Sudah Efektif Jaga IHSG dari Sentimen Corona
Bursa Efek Indonesia (BEI) menilai bahwa berbagai kebijakannya dalam menghadapi gejolak pasar saham imbas mewabahnya virus corona, cukup efektif dalam meredam penurunan indeks harga saham gabungan (IHSG). Beberapa kebijakan yang dimaksud seperti auto rejection asimetris dan trading halt selama 30 menit.
"Penerapan kebijakan ini cukup berhasil menahan harga saham tidak turun lebih dalam karena adanya panic selling atau tekanan jual oleh para investor," kata Direktur Utama BEI Inarno Djajadi melalui konferensi pers secara virtual Jumat (24/4).
Kebijakan auto rejection asimetris merupakan kebijakan yang membuat harga setiap saham dibatasi penurunannya hanya 7% setiap fraksi harga. Sementara, penambahan kebijakan trading halt yaitu penghentian perdagangan selama 30 menit jika IHSG turun 5%.
(Baca: Modal Asing Lari Rp 17 Triliun, Investor Domestik Kuasai Pasar Saham)
Menurutnya kebijakan tersebut dapat memberikan waktu bagi investor untuk lebih rasional dalam menghadapi fluktuasi pasar. Sehingga, investor tidak terbawa arus dalam mencermati perkembangan pasar. "Sebagaimana kita tahu, Maret lalu saat pasar lagi panik, sepertinya semuanya ikut jual," ujarnya Inarno.
Salah satu bukti keberhasilan kebijakan itu dalam menahan penurunan IHSG, terutama oleh kebijakan trading halt, IHSG ditutup tidak turun lebih dari 5% bahkan di zona hijau. Sejak diterapkan hingga kini, tercatat sudah 6 kali Bursa menghentikan perdagangan di pasar saham selama 30 menit karena IHSG turun 5%.
IHSG pernah ditutup menguat 0,24% di level 4.907 pada 13 Maret 2020, meski pada pukul 09.15 WIB, dihentikan 30 menit karena turun 5%. Contoh lainnya, IHSG pernah ditutup hanya turun 2,88% di level 4.414 pada 30 Maret 2020, meski pukul 10.20 WIB, perdagangan berhenti karena hal yang sama.
"Kami lihat cukup berhasil karena setelah adanya halting 30 menit, ada kalanya indeks tidak turun lebih dalam. Bahkan setelah trading halt, bisa berbalik menjadi naik," kata Inarno.
(Baca: Investor Asing Obral Saham Lebih Rp 1 Triliun, IHSG Ditutup Anjlok 2%)
Fluktuasi yang terjadi di pasar saham selama Maret 2020, sudah tidak pernah terjadi pada April 2020 hingga berita ini ditulis. Namun, pihak Bursa belum memberikan sinyal bahwa kebijakan-kebijakan tersebut bakal ditarik lagi, sehingga terjadi perdagangan seperti sebelum penyebaran virus corona.
Inarno mengatakan, pihaknya selalu melihat situasi dan kondisi pasar untuk memutuskan langkah berikutnya. Bahkan, pihak Bursa masih memiliki beberapa kebijakan lain yang bisa diterapkan untuk memberikan waktu kepada investor agar bisa mencerna lebih baik dan tidak panik pada situasi kondisi saat ini.
Meski begitu, Inarno tidak menjelaskan kebijakan lain apa yang bisa diterapkan jika pasar kembali fluktuatif. Dia pun mengatakan, tidak akan terburu-buru menerapkannya di pasar saham. "Kami mesti irit-irit peluru karena situasi tersebut tidak tahu sampai kapan," katanya.
(Baca: Pengujian Obat Corona Gagal, IHSG dan Bursa Saham Asia Berguguran)