Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) menetapkan syarat bagi kontraktor minyak dan gas bumi (migas) yang ingin mengelola Blok Rokan setelah kontraknya berakhir 2021. Hingga kini, hanya PT Pertamina (Persero) dan Chevron Indonesia yang bersaing mendapatkan hak kelola di blok tersebut.

Direktur Jenderal Migas Kementerian ESDM Djoko Siswanto mengatakan kriteria pertama untuk mendapatkan hak kelola Blok Rokan adalah bisa meningkatkan produksi atau minimal mempertahankannya. “Kedua adalah bonus tanda tangan yang diberikan kepada negara,” kata dia, Kamis (7/6).

Saat ini memang hanya dua kontraktor yang sudah mengajukan minat mengelola Blok Rokan yakni Chevron dan Pertamina. Kementerian ESDM masih mengevaluasi proposal dari Chevron Indonesia. Targetnya, evaluasi proposal Rokan selesai Juli nanti.

Meski begitu, Djoko mengatakan Chevron mendapatkan hak terlebih dulu untuk memperpanjang Blok Rokan. Ini mengacu Peraturan Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Nomor 23 tahun 2018. “Aturan menterinya ke Chevron dulu. Kalau tidak deal berikan ke Pertamina,” kata Djoko.  

Dalam aturan baru itu, perpanjangan kontrak oleh kontraktor menjadi opsi teratas dalam pengelolaan blok kontrak berakhir. Setelah itu baru pengelolaan PT Pertamina (Persero) atau pengelolaan bersama antara kontraktor dan Pertamina.

Menurut Djoko, awalnya Chevron mengajukan proposal pengelolaan Blok Rokan menggunakan skema cost recovery. Artinya, biaya yang dikeluarkan kontraktor akan dikembalikan pemerintah. Namun, proposal itu ditolak.

Pemerintah menginginkan proposal menggunakan skema gross split yang tak ada penggantian biaya operasional. Proposal skema gross split itu pun hingga kini masih diselesaikan Chevron Indonesia.

Akan tetapi, Djoko mengatakan dalam proposal yang dulu, Chevron menawarkan penggunaakan teknologi baru yakni Enhancede Oil Recovery (EOR) skala penuh. Dengan teknologi, perusahaan asal Amerika Serikat itu mengklaim produksi minyak Rokan bisa mencapai 500 ribu barel per hari (bph). Produksi Blok Rokan hingga Mei 2018 hanya 212.316 bph.

Teknologi ini bahkan diklaim bisa menambah cadangan sebesar 1 miliar barel. Hal itu disampaikan Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman Luhut Binsar Pandjaitan saat bertemu dengan petinggi Chevron dua hari lalu, Rabu (6/6).

Selain itu, Chevron meminta bagi hasil minyak dan gas bumi yang lebih besar dari negara. “Dulu dia minta lebih besar kontraktor. Namun, kan kami evaluasi dan belum disetujui,” ujar Djoko.

Dalam Peraturan Menteri ESDM Nomor 8 tahun 2017 yang sudah direvisi menjadi Peraturan Menteri ESDM Nomor 52 tahun 2017, persentase bagi hasil minyak untuk kontraktor adalah 43% dan sisanya pemerintah. Sedangkan bagi hasil gas 48% kontraktor dan 52% pemerintah.

(Baca: Luhut Buka Peluang Chevron Dapat Perpanjangan Kontrak Blok Rokan)

Namun, itu belum menghitung adanya variabel split (bagi hasil) yang akan menambah sesuai kriteria dan diskresi Menteri ESDM. Pasal 7 Peraturan Menteri ESDM Nomor 52 tahun 2017, tidak membatasi Menteri ESDM memberikan tambahan bagi hasil bagi wilayah kerjanya tidak ekonomis. Pada aturan lama, diskresi ini dibatasi maksimal 5 tahun