Lippo Karawaci Kantongi Rp 11,2 T untuk Bayar Utang Hingga Meikarta

ANTARA FOTO/Hafidz Mubarak A
Foto aerial pembangunan gedung-gedung apartemen di kawasan Meikarta, Cikarang, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat. Lippo Karawaci telah menyelesaikan penawaran umum terbatas saham dan mengantongi dana segar Rp 11,2 triliun. Dana tersebut akan digunakan untuk membayar utang, melanjutkan proyek Meikarta, dan transformasi bisnis.
Penulis: Ihya Ulum Aldin
16/7/2019, 14.35 WIB

PT Lippo Karawaci Tbk (LPKR) telah menyelesaikan proses penawaran umum terbatas (PUT) saham alias private placement dan mengantongi dana Rp 11,2 triliun. Dana tersebut akan digunakan untuk berbagai keperluan, dari mulai menyelesaikan berbagai proyek, termasuk Meikarta, hingga membayar utang.

CEO Lippo Karawaci John Riady mengatakan private placement ini merupakan komponen integral dari transformasi strategis perusahaan. Dia memastikan, pihaknya terus fokus pada eksekusi transformasi bisnis tersebut untuk menghasilkan nilai tambah bagi para pemegang saham.

"Keberhasilan menyelesaikan PUT ini memberikan LPKR pijakan keuangan yang lebih kokoh serta memberikan fleksibilitas untuk mewujudkan strategi pertumbuhan Perseroan," kata John melalui siaran resmi, Selasa (16/7).

Dengan private placement ini, total saham Lippo Karawaci bertambah menjadi 70,5 juta saham dari sebelumnya sebanyak 22,7 juta saham. Beberapa nama baru masuk sebagai pemegang saham Lippo Karawaci dengan menyuntikkan dana lebih dari US$ 230 juta atau sekitar Rp 3,2 triliun (kurs Rp 14.100/dolar AS)

(Baca: Lippo Karawaci Kantongi Dana Hasil Jual Saham Rp 11,2 Triliun)

Beberapa investor baru yang masuk ke Lippo Karawaci seperti George Raymond Zage III, Chow Tai Fook Nominee Limited, dan Gateway Partners. Dengan private placement ini, mereka mengempit total kepemilikan saham sebesar 20,3%.

Keluarga Riady masih menjadi pemegang saham pengendali dari Lippo Karawaci melalui PT Inti Anugrah Pratama dan perusahaan anaknya dengan total kepemilikan 48,7% saham. Keluarga Riady pun bertindak selaku pembeli siaga dan melaksanakan penuh haknya sesuai dengan porsi kepemilikannya dalam Perseroan.

Sebelumnya, Lippo Karawaci juga berencana untuk divestasi aset-asetnya. Mereka bakal menjual sahamnya pada dua usaha patungan layanan kesehatan di Myanmar, yaitu 40% saham di Yoma Siloam Hospital Pun Hlaing Limited dan 35% saham di Pun Hlaing International Hospital Limited kepada OUE Lippo Healthcare Limited. Penjualan ini diharapkan menghasilkan dana segar US$ 20 juta (Rp 290 miliar) saat transaksi selesai pada semester pertama 2019.

Aset lainnya yang bakal mereka jual, yaitu komponen ritel Lippo Mall Puri dengan total nilai penjualan US$ 260 juta kepada Lippo Malls Indonesia Retail Trust. Akuisisi ini, ditargetkan selesai pada semester kedua 2019, tunduk pada persetujuan regulator, pemegang saham, dan pihak-pihak lainnya.

(Baca: Lippo Karawaci Akan Tuntaskan 4 Tower Meikarta, Serah Terima Tahun Ini)

Selain untuk pengembangan proyek Meikarta, mereka bermaksud menginvestasikan dana segar yang mereka dapatkan ini untuk proyek-proyek utama yang sedang berjalan. Hingga tiga tahun ke depan, Lippo Karawaci akan menginvestasikan hingga US$ 100 juta dari penerimaan pendanaan dalam pengembangan delapan proyek utama yang saat ini sedang dibangun.

Proyek-proyek tersebut yaitu Holland Village, Millenium Village, Monaco Bay Residences, St Moritz Makassar, Perkantoran Kemang, Embarcadero, Perkantoran Lippo Thamrin, dan Holland Village Manado.

Tidak hanya itu, mereka juga menggunakan dana ini untuk menurunkan rasio utang terhadap aset dalam neraca. Jumlahnya hingga US$ 275 juta (Rp 3,98 triliun) dari jumlah utang yang ada melalui penawaran tender obligasi dan pembayaran utang.

(Baca: Bangun 100 Ribu Rumah hingga Mall, Ini Sederet Rencana Bisnis Lippo)

Selain itu, melalui pendanaan ini, mereka juga akan menyediakan buffer likuiditas sebesar US$ 290 juta (Rp 4,2 triliun) untuk mendanai seluruh pembayaran bunga utang dan dukungan pendapatan untuk Real Estate Investment Trust (REIT). Serta, kelebihan buffer kas sebesar US$ 25 juta (Rp 362,5 miliar) untuk modal kerja dan keperluan umum perusahaan.

Reporter: Ihya Ulum Aldin